Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjaga Adat Ketimuran Indonesia di Media Sosial

24 September 2022   18:03 Diperbarui: 24 September 2022   18:05 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa dibutuhkan umat manusia dalam berinteraksi sosial. Pernahkah kita terpikir bagaimana jadinya bila tidak ada bahasa, mungkin kita tidak akan bisa menyampaikan pendapat, ide dan gagasan karena tidak ada alat yang digunakan untuk menyampaikannya. Oleh karena itu kita tentu saja memerlukan bahasa sebagai media atau alat yang dapat menjembatani komunikasi satu dengan yang lainnya. 

Manusia tercipta sebagai mahluk sosial yang ditakdirkan untuk hidup berpasangan, berkelompok atau berkomunitas. Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk hidup membangun hubungan dengan orang lain, terhubung satu sama lain untuk bisa hidup dengan lebih baik. Ini mengingatkan kita pada pepatah klasik yang ditulis oleh John Donne pada tahun 1624 yang mengatakan "no man is an island". Menggambarkan bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini dapat hidup sendirian tanpa be-relasi dengan orang lain karena jelaslah manusia bukanlah sebuah pulau yang tidak berpenghuni.

Dalam berkomunikasi tentu saja manusia berpeluang atau tidak menutup kemungkinan terjadinya perseteruan atau konflik. Apalagi di era sekarang ini dengan terjadinya perkembangan komunikasi dari dunia nyata ke dunia maya. Interaksi di dunia maya dengan menggunakan media sosial sudah menjadi kebutuhan baru dalam kehidupan manusia zaman sekarang. Maka sejatinya etika dan sopan santun dalam berbahasa ketika kita berinteraksi baik itu di dunia nyata maupun dunia maya haruslah tetap dijaga. Kita tetap harus mempertimbangkan apakah yang kita sampaikan dapat menyakiti, dapat menimbulkan permusuhan ataupun dapat berimplikasi pada sanksi hukum. 

Dilansir dari www.voaindonesia.com, Microsoft dalam laporan Digital Civility Index (DCI) atau Indeks Keberadaban Digital menyatakan bahwa tingkat keberadaban pengguna internet atau netizen Indonesia sepanjang tahun 2020 menempati posisi sangat rendah. Laporan yang didasarkan atas survei pada 16.000 responden di 32 negara antara April-Mei 2020 itu menunjukkan Indonesia ada di peringkat 29.

Keberadaban yang dimaksud dalam laporan ini terkait dengan perilaku berselancar di dunia maya dan aplikasi media sosial, termasuk risiko terjadinya penyebarluasan berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian atau hate speech, diskriminasi, misogini, cyberbullying, trolling atau tindakan sengaja untuk memancing kemarahan, micro-aggression atau tindakan pelecehan terhadap kelompok marginal (kelompok etnis atau agama tertentu, perempuan, kelompok difabel, kelompok LGBTQ dan lainnya) hingga ke penipuan, doxing atau mengumpulkan data pribadi untuk disebarluaskan di dunia maya guna mengganggu atau merusak reputasi seseorang, hingga rekrutmen kegiatan radikal dan teror, serta pornografi.

Bangsa Indonesia sejak dahulu dikenal santun, ramah, dan saling menghargai satu sama lain. Negeri ini sangat menonjolkan budaya ketimuran yang terkenal dengan penghormatan dan penghargaan pada etika yang luhur didasari atas tata krama yang baik. Laporan DCI diatas menyadarkan kita bahwa budaya ketimuran yang dianut oleh bangsa Indonesia perlahan mulai luntur tergerus kebencian yang dikobarkan oleh sekelompok orang sehingga menimbulkan perpecahan dikalangan masyarakat. Hal ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut, harus ada penanganan yang serius dari semua pihak baik itu pemerintah, perusahaan media sosial, media, institusi pendidikan dan institusi keagamaan  

Pemerintah sudah memulai program Gerakan Nasional Literasi Digital 2021, untuk Indonesia #MakinCakapDigital. Perusahaan media sosial juga telah berupaya memblokir akun-akun yang terindikasi melanggar keberadaban dalam bermedia sosial. Media seharusnya juga tidak memberi panggung bagi  netizen yang melanggar keberadaban. Institusi pendidikan dan keagamaan diharapkan dapat lebih menekankan norma-norma keberadaban agar dapat membentuk anak-anak bangsa yang santun dan beradab. Netizen sendiri juga harus meng-upgrade atau memperbaiki bahasa, sopan santun dan adabnya agar bijak dalam bermedia sosial.

Pepatah lama mengatakan, "Bahasa menunjukkan bangsa". Sepintas, peribahasa ini terlihat sangat sederhana, tetapi sesungguhnya memiliki makna yang sangat luas. Melalui bahasa, seluruh aspek kehidupan manusia (baik secara personal maupun komunal) dapat dibaca. Bahasa, dalam bentuk tuturan atau ucapan, sering menjadi petunjuk utama dalam pengidentifikasian seseorang. Dengan kata lain, bahasa merupakan potret diri penggunanya.

Sudahkah kita memiliki kesadaran penuh bahwa bahasa menunjukkan bangsa? Marilah kita junjung tinggi adat ketimuran, budaya yang santun, sikap saling menghargai, bukan saling menghujat. Bagi masyarakat luas, jangan mudah terpancing oleh isu-isu yang menyesatkan.   

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun