Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ingat, Fanatisme Beragama Berujung pada Kekerasan Beragama

25 September 2021   07:18 Diperbarui: 25 September 2021   07:22 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi - jalandamai.org

Mempelajari ilmu agama memang perlu. Bahkan wajib. Kenapa? Karena agama pada dasarnya akan menuntun setiap manusia, untuk kembali ke jalan yang benar. Untuk senantiasa bersyukur dan mengingat Tuhan, yang menciptakan seluruh jagat ray aini. Agama juga mengajarkan nilai-nilai toleransi, saling menghargai dan menghormati antar umat beragama. Tidak berlebihan jika para pandiri negeri ini, menempatkan agama dalam sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena Indonesia mengakui beberapa agama, sila pertama tersebut mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara yang beragama, bukan negara agama. Hal ini penting ditegaskan karena masih ada oknum yang terus menebarkan provokasi, bahwa Indonesia adalah negara agama, karena mayoritas penduduknyanya beragama Islam. Pandangan semacam inilah yang bisa memicu munculnya kekerasan beragama.

Tak dipungkiri, kekerasan yang mengatasnamakan agama masih terjadi di Indonesia. Hal ini merupakan fenomena transnasional, yang bisa berujung pada tragedy kemanusiaan yang mengerikan. Dengan mengklaim dirinya paling suci, paling paham ajaran agama, mengemban 'tugas suci'menegakkan agama, berpakaian seperti layaknya orang memahami agama, bisa berperilaku semena-mena terhadap orang lain yang dianggap tidak paham agama. Contoh yang paling nyata terlihat adalah sebelum negara ini membubarkan salah satu ormas, praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama tersebut masif terjadi. Kelompok minoritas Ahmadiyah, sampai sekarang masih terus mendapatkan diskriminasi, hanya karena mereka dianggap punya pemahaman yang berbeda tentang Islam.

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Brijen Pol R Ahmad Nurwahid pernah mengatakan, kejahatan mengatasnamakan agama bisa membuat pelaku merasa benar dengan tindakan yang dilakukan. Dasarnya adalah pemahaman agama yang sempit. Akibat pembenaran tersebut, perilaku mereka bbisa menjadi brutal. Contoh yang paling ekstrim adalah munculnya aksi terorisme. Kenapa mereka bisa melakukan? Karena provokasi radikalisme telah membuat orang diluar kelompok dan pemahaman mereka sebagai orang yang salah. Dan jihad, dimaknai secara sempit dan salah. Karena teror dianggap sebagai bagian dari jihad menegakkan ajaran agama. Jelas ini pemahaman yang salah.

Fanatisme beragama tidak membuat kita menjadi obyektif. Fanatisme juga membuat pandangan menjadi sempit, bahkan sangat sempit. Padahal, Tuhan menciptakan manusia itu berbeda-beda. Ada yang terlahir sebagai muslim, ada yang terlahir sebagai non muslim. Ini artinya, perbedaan itu merupakan keniscayaan yang tak bisa dihindari. Karena itulah, setiap manusia termasuk kita semua, harus bisa menerima. Untuk itulah diperlukan interaksi, diperlukan toleransi, agar kita bisa saling mengerti dan memahami satu sama lain. Bukan saling menebar kebencian hanya karena berbeda agama.

Hentikan fanatisme beragama. Dalam memahami agama harus dalam porsi yang cukup, agar kita bisa memahami dasar dan esensinya. Memahami secara berlebihan dan tanpa pemahaman secara utuh dan benar, hanya akan melahirkan pola pandang yang sempit. Jika dalam kesempitan pemahaman tersebut masih merasa paling benar, akan melahirkan output yang salah. Mereka bilang orang lain sesat, padahal bisa jadi mereka sendirilah yang sesat. Karena itu, mari introspeksi. Hentikan fanatisme beragama yang bisa melahirkan kekerasan yang mengatasnamakan agama. Mari fokus beribadah dan berlomba berbuat kebaikan. Salam toleransi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun