Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Zakat Fitrah dan Urgensi Membangun Kepedulian Sosial

7 Mei 2021   20:49 Diperbarui: 7 Mei 2021   20:52 1766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perdamaian Indonesia - jalandamai.org

Bagi sebagian orang, zakat fitrah mungkin dianggap sebagai ritual akhir ramadan biasa. Namun, zakat fitrah ini sebenarnya mempunyai esensi dan semangat yang sangat luar biasa. Selain melengkapi ibadah puasa kita, zakat fitrah bisa membersihkan diri dari energi negative dalam diri. Kok bisa? Dengan menyisihkan sebagian rezeki untuk diberikan kepada yang berhak, secara tidak langsung mengajarkan kepada kita untuk saling berbagi. Dan membiasakan berbagi dalam kehidupan sehari-hari, akan bisa membangun kepedulian sosial.

Berbagi tidak semudah yang dibayangkan atau dikatakan. Bagi sebagian orang mungkin akan sulit sekali. Ada saja yang menjadi pertimbangan, sampai akhirnya tidak pernah berbagi. Padahal, jika niatnya ingin berbagi, tinggal lakukan saja. Selanjutnya biarlah menjadi urusan Allah SWT. Karena itulah, berbagilah di lokasi yang tepat. Salurkanlah pada orang atau lembaga yang tepat. Sehingga apa yang kita bagikan, benar-benar bisa memberikan manfaat.

Dalam konteks Ramadan, hampir setiap hari mungkin orang saling berbagi. Berbagi makanan, berbagi kue, berbagi doa, dan segala macamnya. Dan puncak dari berbagi itu adalah di penghujung Ramadan yaitu membayar zakat fitrah. Semua orang mempunyai porsi yang sama. Mau kaya atau miskin, jumlah yang dibagikan sama. Namun, bisa jadi niatnya yang berbeda. Jangan melihat 3,5 liter berasnya. Bagi orang yang tidak terdampak pandemi, mungkin biasa saja. Tapi bagi orang yang terdampak dan hidup di garis kemiskinan, 3,5 liter beras tentu sangat berarti.

Membagikan beras kepada yang membutuhkan tentu akan menjadi hal yang sangat menyenangkan, jika diiringi dengan sebuah keikhlasan. Mari kita lihat apa yang terjadi saat ini. Banyak masyarakat yang tidak peduli dengan diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Pola pikirnya selalu saja negative. Orang meminta-minta dianggap ini itu. Orang yang memberi dianggap ini itu. Apa jadinya jika segalanya selalu dilandasi dari sudut pandang yang negative?

Kita tinggal di negara yang punya tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Dalam keberagaman yang tinggi tersebut, tentu diperlukan rasa saling peduli. Tidak boleh merasa paling benar sendiri atau menganggap orang lain sebagai pihak yang salah.  Atau kita merasa paling kuasa, paling kaya, paling di atas atau perasaan paling yang lain. Semuanya itu harus dihilangkan. Karena dalam keberagaman diperlukan rasa saling menghargai dan memahami. Ketika sudah saling memahami, maka kepedulian harus terus dijaga.

Jangan biarkan masyarakat yang heterogen ini, berkembang masing-masing dan tidak saling kenal, tidak saling bentu, dan cuek satu dengan yang lain. Namun ketika ada sesuatu kesalahan, kebencian dan hujatan terus bermunculan. Mari kita berkaca belakangan ini. Maraknya ujaran kebencian, provokasi, dan hoaks telah mengendalikan sebagain dari masyarakat kita. Mari kita sudahi semua itu dengan saling peduli. Dan untuk bisa saling peduli, salah satunya bisa membiasakan dalam diri untuk saling berbagi satu dengan yang lain. Ingat, apa yang kita punya di dunia ini sejatinya hanyalah titipan. Salam introspeksi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun