Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setop Wabah Intoleransi di Lembaga Pendidikan

18 November 2020   15:35 Diperbarui: 18 November 2020   15:37 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhinneka Tunggal Ika - cnnindonesia.com

Persoalan intoleransi memang menjadi hal yang harus diwaspadai dan dicarikan solusi. Wabah ini masih menjadi ancaman yang mengkhawatirkan bagi Indonesia. Bibit intoleransi yang disebarkan oleh kelompok intoleran, telah menjalar ke berbagai tempat, lembaga, institusi dan berbagai elemen masyarakat. Dulu penyebaran intoleransi banyak dilakukan secara tatap muka atau pertemuan fisik, sekarang seiring perkembangan teknologi banyak dilakukan secara virtual, secara online dan menyebarkan propaganda melalui dunia maya. Namun satu hal yang patut kita waspadai adalah, mulai maraknya siswa-siswi yang mulai terpapar intoleransi di sekolahnya.

Banyak survei dan riset yang menyatakan bahwa bibit intoleransi mulai menyusup ke lembaga pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa tahun lalu sempat ditemukan buku bacaan di pendidikan anak usia dini (PAUD) yang menghandung konten jihad dengan bom bunuh diri. Di lini SMP, SMA hingga kejuruan, juga ada ditemukan aktifitas ekstra kurikuler sekolah yang mulai disusupi paham radikalisme. Ada siswa yang tidak mau hormat bendera merah putih karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama. Ada juga yang tidak mau berteman dengan yang berbeda agama.

Di level perguruan tinggi, lebih mengerikan lagi. Penyebaran tidak hanya dilakukan melalui aktifitas ekstra kampus, tapi juga terjadi di dalam kampus itu sendiri. Bahkan tidak hanya mahasiswa yang terpapar, dosen pun juga pernah ada pemberitaan yang menyatakan terpapar. Tidak sedikit yang terpapar di kampus, kemudian memilih bergabung dengan kelompok radikal. Dalam titik yang lebih ekstrem, mereka ada juga yang memilih bergabung menjadi anggota jaringan terorisme.

Seperti kita tahu, bibit dari terorisme adalah radikalisme dan intoleransi. Jangan pernah menganggap remeh ujaran kebencian atau provokasi yang saat ini kian marak di media sosial. Karena perilaku tersebut pada dasarnya akan mendekatkan pada praktek intoleransi. Dan prakter intoleransi tentu tidak dibenarkan, baik dari kacamata agama ataupun yang lainnya. Karena intoleransi berpontensi melahirkan perilaku saling hujat, saling caci, merasa paling benar dan bisa memicu terjadinya provokasi.

Untuk itulah, perlu ada upaya untuk memproteksi lembaga pendidikan agar terhindar dari pengaruh intoleransi dan radikalisme. Karena lembaga pendidikan dari level PAUD sampai perguruan tinggi adalah tempat untuk mencetak generasi penerus bangsa. Lembaga pendidikan harus mampu mengajarkan keberagaman. Karena keberagaman di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan. Indonesia adalah negara besar yang mempunyai banyak keragaman suku, budaya, agama dan Bahasa. Dan keberagaman ini perlu dikenalkan kepada generasi penerus, agar tidak lupa bagaimana jati diri bangsanya.

Sekolah harus bisa mengajarkan konsep kebangsaan yang benar. Sehingga anak didik, siswa ataupun tingkat mahasiswa, bisa saling berdampingan dengan temannya yang berbeda latar belakang. Papua bisa berteman dengan jawa, dengan Kalimantan, Aceh, Sulawesi atau daerah lain. Dengan pemahaman kebangsaan yang benar, tidak akan ada yang mempersoalkan kenapa ada Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Khonghucu. Juga tidak ada yang mempersoalkan kenapa ada Jawa dan non Jawa. Semuanya pada dasarnya sama. Tuhan telah menciptakan isi bumi dengan berbagai keragaman yang ada. Dan setiap manusia, harus saling berinteraksi satu dengan yang lain, agar bisa saling memahami. Dan untuk bisa saling memahami itu, lembaga pendidikan berperan untuk menanamkan pemahaman kebangsaan yang benar dan toleransi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun