Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadi Pahlawan Itu Sederhana, Tinggal Mau Menjalankan Atau Tidak

13 November 2020   22:09 Diperbarui: 13 November 2020   22:12 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu, kompas.com

Ketika kita kecil, ketika ditanya mau jadi apa? Kebanyakan anak kecil menjawab menjadi polisi, menjadi tentara, menjadi dokter, atau menjadi guru. Profesi tersebut dianggap profesi yang paling bagus. Ya, profesi tersebut memang bagus. Karena mereka pada dasarnya adalah pahlawan bagi kita semua. Tanpa polisi dan tantara, negeri ini mungkin tidak akan aman. Tanpa dokter, akan banyak orang sakit yang tidak bisa disembuhkan. Dan tanpa guru, akan banyak anak yang tak bisa baca tulis.

Pandangan seseorang soal pahlawan mungkin berbeda di setiap generasi. Definisi pahlawan bagi setiap orang mungkin juga saling berbeda. Bagi seorang anak, pahlawan yang sesungguhnya mungkin sosok orang tuanya. Bagi seorang yang baru di landa asmara, mungkin pasangannya dianggap sebagai pahlawan. Bagi orang yang kurang berkecukupan, orang yang memberinya nasi atau uang bisa jadi akan dianggap pahlawan.

Pahlawan memang identik dengan hal yang positif. Pandangan seseorang tentang super hero yang ada di film, juga selalu digambarkan sebagai orang yang tangguh dan suka menolong. Dalam cerita kearifan lokal, sosok seperti Bima atau Gatot Kaca, mungkin bisa juga dianggap pahlawan. Dalam kehidupan nyata, kita punya banyak pahlawan yang gugur merebut perjuangan. Karena jasanya mereka, setiap tanggal 10 November diperingati sebagai hari pahlawan.

Contoh diatas menunjukkan bahwa pahlawan bisa berbeda dalam setiap zamannya. Namun semangat pahlawan, nilai-nilai yang muncul, dan personalisasi yang melekat cenderung diartikan sama. Tidak ada pahlawan yang suka mencaci, memaki, menebar hoaks atau menebar kebencian. Tidak ada pahlawan yang suka melakukan tindakan intoleran. Semua pahlawan berlomba melakukan kebaikan.

Nah, sekarang apakah kita para generasi penerus ini mau menjadi pahlawan? Mari kita renungkan bersama. Apakah kita mau menjadi pahlawan buat keluarga, buat lingkungan, atau buat negara? Atau kita justru menjadi orang yang menyusahkan, karena seringkali melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, seperti menebar hoaks, provokasi dan ujaran kebencian. Tentu saja berharap kita semua bisa menjadi pahlawan yang menyenangkan sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat. Sekarang tinggal kita mau mendefinisikan pahlawan yang menyenangkan dan memberikan manfaat di era milenial ini seperti apa.

Perlu kiranya kita merenungkan makna pahlawan di era sekarang ini. Tak perlu terlalu muluk. Dengan saling menolong antar sesama saja, kita sudah bisa menjadi pahlawan. Setidaknya buat diri kita dan orang yang kita tolong. Dengan tersenyum saja, mungkin kita juga menjadi pahlawan untuk tetap menjaga karakter masyarakat Indonesia yang ramah. Simple kan.

Dalam konteks perkembangan teknologi yang begitu pesat seperti sekarang ini, nyatanya juga masih diramaikan dengan ujaran kebencian, hoaks dan provokasi. Jika kita ingin menjadi pahlawan, semestinya kita tidak tinggal diam. Bukan kita menghakimi para penebar hoaks atau penghujat di media social, tapi bertutur dan berperilakulah secara santun sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Tulislah status yang menyenangkan, unggahlah foto, video atau tulisan yang memberikan manfaat, bukan yang menebar teror ke masyarakat. Jadi, menjadi pahlawan itu simple. Tinggal kita mau melakukan atau tidak. 

Salam damai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun