Era milenial memang menjadi era yang sangat menyenangkan. Di era ini kemajuan teknologi menjadi hal yang mutlak dan tak bisa dihindari. Era milenial ditandai dengan perkembangan informasi yang begitu cepat. Dalam perkembangan yang begitu cepat itu, banyak orang bisa memanfaatkannya untuk kebutuhan yang positif. Misalnya saja, dulu untuk bisa mendapatkan buku-buku lama, sangat sulit sekali dilakukan. Sekarang di era milenial yang serba digital ini, semuanya bisa dilakukan dengan mudah.
Hanya saja, perkembangan digital ini juga dimanfaatkan oleh kelompok radikal, untuk terus menyebarkan propaganda radikalisme di media sosial. Informasi yang mengandung ujaran kebencian, provokasi, cenderung mencari kesalahan seringkali menghiasi media sosial. Akibatnya masyarakat yang masih awam, tidak bisa memilah mana informasi yang benar atau salah. Tidak bisa memilah mana yang sesuai fakta atau yang hoaks.
Banyak sekali anak-anak muda yang menjadi korban propaganda radikalisme dunia maya ini. Seperti kita tahu, akar dari terorisme adalah radikalisme. Sementara akar radikalisme adalah intoleransi. Mungkin banyak orang yang tidak menyadari, saling membenci itu merupakan bagian dari tindakan intoleran. Dan perilaku intoleran merupakan bagian dari radikalisme itu sendiri. Karena itulah, mari kita saling mengingatkan agar kita tidak terjebak dalam provokasi yang bisa memicu konflik antar teman, antar tetangga, bahkan antar saudara.
Tak dipungkiri keberadaan kelompok radikal ini masih menjadi ancaman bagi negeri ini. Mereka masih saja terus mencari cara, untuk mencari generasi penerus untuk menyebar propaganda radikalisme. Bagimana kita bisa mengetahui keberadaan kelompok ini? Tentu akan sulit. Namun, kita bisa melakukan filter dengan membentengi diri dengan nilai-nilai kearifan lokal, dengan pemahaman agama yang benar. Perpaduan kearifan lokal dan agama ini, juga tertuang dalam nilai Pancasila, yang menjadi dasar negara kita.
Menguatkan benteng anti radikalisme ini menjadi sebuah keniscayaan di era milenial ini. Meski era milenial segala pengaruh, budaya, dan gaya hidup dari luar bisa dengan bebas keluar masuk, kita tetap bisa mempertahankan budaya dan adat istiadat kita sebagai bangsa Indonesia. Meski kelompok radikal terus menyusupkan konsep khilafah, kita tidak akan mudah terpengaruh. Karena konsep khilafah jelas tidak tepat dan bertentangan dengan karakter masyarakat Indonesia yang penuh keragaman ini.
Dengan menguatkan benteng anti radikalisme, keberagaman di negeri ini akan tetap terjaga. Begitu juga dengan rasa persatuan dan kesatuan, akan terus ada dalam diri kita semua. Begitu juga di masa pandemi seperti sekarang ini, kita akan bisa saling menguatkan satu dengan yang lain. Karena pandemi tidak akan pergi, jika diantara kita masih terus saling mencaci, mencari kesalahan dan menebar kebencian. Semoga kita senantiasa introspeksi. Salam.