Seperti kita tahu bersama, Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang diambil dari nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Indonesia dan nilai-nilai keagamaan yang ada di Indonesia.
Pancasila jelas bukanlah produk barat. Pancasila jelas merupakan produk lokal, yang bisa menyatukan segala keberagaman yang ada di negeri Indonesia.
Banyak orang bilang, Pancasila sakti, banyak orang Pancasila bisa menyatukan dan segala macamnya. Nyatanya, apakah benar seperti itu?
Jika kita hanya sebatas mendiskusikan atau memperdebatkan tanpa mengimplementasikan, tentu saja nilai-nilai positif dalam Pancasil hanya aka nada diatas kertas saja.
Implementasi Pancasila harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dilakukan dari hal yang paling kecil sekalipun. Misalnya, kita mengakui adanya Tuhan YME dan menjalankan segala perintah serta menjauhi segala larangan-Nya merupakan salah satu pelaksanaan sila pertama.
Apa yang diajarkan dalam ajaran agama, tentu tidak ada yang mengajarkan tentang keburukan. Jika ada orang yang mengatasnamakan agama, tapi justru merugikan orang lain, mungkin dia salah dalam memahami sebuah agama.
Dalam sila kedua, kita diajarkan untuk saling menghargai, menghormati dan memanusiakan manusia. Setiap menusia mempunyai kedudukan yang sama. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Namun karakter setiap manusia berbeda-beda.
Karena perbedaan itulah, diperlukan toleransi agar kita bisa menghargai perbedaan. Karena perbedaan pada dasarnya bukanlah menjadi sebuah persoalan.
Antar manusia tidak boleh saling mencaci, menghakimi ataupun persekusi. Antar manusia justru dianjurkan untuk saling mengerti dan memahami satu dengan yang lainnya. Itulah sejatinya memanusiakan manusia seperti yang dtuangkan dalam sila kedua Pancasila.
Jika kita bisa memanusiakan manusia, semestinya tidak ada lagi ujaran kebencian yang terjadi seperti sekarang ini. Antar manusia tidak membekali diri dengan informasi yang tepat. Antar manusia tidak membekali dengan literasi yang kuat. Akibatnya mereka mudah terprovokasi oleh informasi yang menyesatkan.
Dan ketika manusia tidak mempunyai pegangan yang telat dan mudah terprovokasi, pada titik inilah paham radikalisme dan intoleransi akan mudah masuk ke dalam pikiran. Jika provokasi dianggap sebagai kebenaran, potensi konflik akan mudah terjadi. Akibatnya, persatuan dan kesatuan menjadi sesuatu yang sulit diwujudkan.