Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sumpah Pemuda dan Semangat Melawan Radikalisme

29 Oktober 2017   04:16 Diperbarui: 29 Oktober 2017   05:12 1430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumpah Pemuda - Media Indonesia

Dulu ketika era kemerdekaan, para pemuda bersatu melawan penjajah. Mereka rela menumpahkan nyawa, demi generasi berikutnya bisa mendapatkan kemerdekaan. Para generasi muda ketika itu juga tidak pernah mempersoalkan perbedaan. Meski berbeda-beda suku, bahasa, budaya dan agama, mereka tetap mengaku sebagai Indonesia. Karena Indonesia rumah kita, semestinya harus dijaga dan dilestarikan oleh siapapun yang mengaku sebagai warga negara Indonesia. Tanpa peran serta generasi muda, niscaya Indonesia bisa berkembang seperti sekarang ini. Tanpa peran generasi muda seperti Soekarno, Hatta dan lain-lainnya, Indonesia tidak mempunyai pemimpin yang bisa membangun rakyatnya.

Kini, Indonesia sudah merasakan kemerdekaan. Tidak lagi ada penjajahan secara fisik di negeri ini. Tidak lagi ada tembak-tembakan setiap hari. Tinggal bagaimana kita bisa mengisi kemerdekaan ini, dengan berbagai tindakan yang positif. Sayangnya, bom dan senjata para penjajah itu, kini telah berubah menjadi ujaran kebencian. 

Hampir setiap hari ujaran kebencian begitu masif di dunia maya dan dunia nyata. Ironisnya, kebencian ini sengaja dilakukan untuk memunculkan bibit intoleransi dan radikalisme. Berawal dari dasar benci ini, tidak sedikit dari kelompok radikal yang melakukan pembenaran, untuk melakukan tindak kekerasan. Inilah yang dinamakan bibit radikalisme dan terorisme.

Bibit radikalisme dan terorisme ini, terus berekspansi dimana-mana. Bibit kekerasan ini menyusup ke setiap lini kehidupan masyarakat. Di lembaga pendidikan misalnya, dari level pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi, sudah disusupi ideologi radikal. Dulu pernah ditemukan buku bacaan di PAUD, berisi mengenai materi jihad dengan cara bom. Di level SD sampai SMA, banyak ditemukan guru agama yang menjadi anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Aktifitas siswa seperti rohis, mulai disusupi ideologi konservetif yang mengarah pada radikalisme. Naik di level perguruan tinggi, lembaga dakwa kampus (LDK), diduga menjadi pintu masuk masuknya ideologi radikal di dalam kampus.

Pada momentum sumpah pemuda ini, perguruan tinggi se Indonesia menggelar deklarasi anti radikalisme. Hal ini sebagai bentuk komitmen perguruan tinggi, untuk melindungi mahasiswanya dari pengaruh radikal. Kampus merupakan tempat lahirnya generasi penerus bangsa, bukan generasi radikal yang bisa memecah belah keutuhan bangsa. Untuk itulah, deklarasi anti radikalisme harus terus dijaga dan diimplementasikan dalam setiap aktifitas didalam kampus. Ingat, kelompok radikal terus melakukan penyusupan dengan berbagai cara. Meski organisasi seperti HTI telah dibubarkan, ideologi khilafah yang mereka anut tidak serta merta bubar.

Menangkal ideologi radikal lembaga pendidikan, secara tidak langsung perguruan tinggi telah berkontribusi dalam memutus mata rantai terorisme. Karena terorisme terbukti telah membuat generasi penerus kehilangan harapan, merusak kemanusiaan dan tata kehidupan yang ada. Terorisme harus terus menjadi musuh bersama, dan jangan biarkan menyusup kemana-mana. Generasi penerus harus dilindungi dan dibebaskan dari segala pengaruh radikalisme yang mengatasnamakan agama.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun