Mohon tunggu...
Hotgantina S
Hotgantina S Mohon Tunggu... Guru - Hidup untuk berbagi. Berbagi untuk hidup.

Pengajar yang terus belajar. Suka makan coklat, minum teh dan mendengar suara gitar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

RIP Persatuan Indonesia

3 November 2015   16:09 Diperbarui: 3 November 2015   16:20 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hentikan kekerasan di Aceh Singkil, kekerasan berlatar apapun, apalagi agama dan keyakinan merusak kebhinekaan.” Demikianlah kicauan Bapak Presiden Jokowi melalui akun Twitter-nya.

Maraknya pembakaran rumah ibadah menghiasi berita di Tanah Air. Dari Timur Indonesia, aksi pembakaran rumah ibadah terjadi di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua saat pelaksanaan sholat Idul Fitri 1436 Hijriah. Masyarakat setempat merusak mushola dan 70 rumah dan kios. Kasus ini belum surut dan sudah dilanjutkan lagi dengan pembakaran rumah ibadah di bagian barat Indonesia tepatnya di Desa Sukamakmur, Kecamatan Gunung Meriah, Aceh Singkil. Dua gereja dibakar dan beberapa orang mengalami luka-luka bahkan ada yang sampai meninggal.

Peristiwa ini sangat memprihatinkan padahal Indonesia mengaku sebagai Negara yang berlandaskan Pancasila. Ideologi Pancasila sebenarnya menjunjung tinggi persatuan dalam perbedaan. Bhineka Tunggal Ika yang menjadi semboyan rakyat Indonesia akhirnya hanya sebatas ucapan tanpa tindakan. Nyatanya, Pancasila pun karam atau Rest in Peace (RIP). Seharusnya, semua pihak sadar akan hal ini sehingga tidak terjadi aksi main hakim sendiri. Seharusnya pula, semua pihak berfungsi sesuai perannya masing-masing sehingga persatuan tercipta.

Semua orang Indonesia yang pernah mengecap bangku sekolah pasti mengetahui bulir-bulir Pancasila. Tetapi, faktanya tidak semua orang terpelajar ini memahami makna yang terkandung dalam Pancasila. Melihat peristiwa pembakaran rumah ibadah ini, sila ketiga, yaitu persatuan Indonesia perlu ditekankan dan dilakukan dalam kehidupan berbangsa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (daring), persatuan adalah gabungan dari beberapa bagian yang berbeda. Sejak dahulu kala, Indonesia sudah dikenal dengan keberagamannya. Perbedaan suku, agama, dan adat-istiadat bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat. Jelaslah, semboyan Bhineka Tunggal Ika dikumandangkan ditengah banyaknya perbedaan.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia, tentu saja bukan asal dimasukkan dalam bulir-bulir Pancasila. Para pendiri bangsa ini sadar penuh bahwa keberagaman ini harus dipelihara dengan baik. Keberagaman merupakan bagian dari kekayaan Indonesia.

Kekayaan yang dimiliki Indonesia seharusnya menjadi tanggung jawab semua orang. Jika semua pihak menjalankan perannya dengan baik, persatuan Indonesia tidak mustahil untuk dicapai. Kesadaran untuk melakukan peran masing-masing perlu ditingkatkan.

Misalnya, sebagai seorang ahli agama atau rohaniwan seharusnya mengajarkan bagaimana hidup saling menghormati antar umat beragama. Ketika seseorang taat pada Tuhannya, seharusnya dia juga menghargai ciptaanNya. Jika hal ini disadari oleh pemuka agama, maka perusakan dan pembakaran rumah ibadah tidak terjadi lagi.

Sebagai seorang abdi negara seharusnya melindungi kebebasan umat beragama sesuai dengan peraturan yang berlaku, bukan malah diam dan diatur oleh organisasi yang berkuasa. Peraturan dibuat untuk menciptakan keteraturan. Dalam keteraturan tercipta harmoni yang membawa persatuan.

Sebagai seorang pendidik seharusnya mendidik generasi penerus bangsa tentang keberagaman yang ada di Indonesia dan bagaimana menghormatinya. Selain itu, para pendidik seharusnya memberikan contoh nyata seperti mengunjungi panti asuhan dan sekolah yang berbeda agama, dan lain-lain. Bahkan, para generasi muda sejak dini sudah dilibatkan dalam bidang sosial yang multikultural.

Sebagai kaum terpelajar seharusnya belajar mengaplikasikan ilmu dengan melibatkan diri dalam kegiatan sosial yang tidak berbau SARA (Suku, Agama, Ras dan Adat-istiadat). Terjun langsung di dalamnya akan menunjukkan bagaimana perbedaan tidak dijadikan batas untuk menolong dan berbuat baik misalnya pada saat ada bencana alam, gempa bumi, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun