Mohon tunggu...
Bryan Isidorus Resubun
Bryan Isidorus Resubun Mohon Tunggu... Jurnalis - MAHASISWA SEKOLAH TINGGI FILSAFAT SEMINARI PINELENG

Prospective Priest

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup dalam Kebenaran

8 Desember 2019   23:32 Diperbarui: 8 Desember 2019   23:57 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya tertarik dengan tema ini "Hidup dalam kebenaran" ketika saya membaca katekismus. Yang menjadi penekanan utama dalam tema ini antara lain mengenai Yesus Kristus Sang Kebenaran sejati. Kristus adalah representasi Allah yang sempurna, yang di dalam diriNya mengadung kebenaran dari Allah. Ketertarikan saya akan tema ini mengantar saya untuk mulai berefleksi akan pentingnya sebuah kebenaran dalam hidup. Hidup atas dasar kebenaran mengantar saya semakin dekat dengan Allah Sang kebenaran itu sendiri. 

Salah satu perjuangan dalam hidup beriman ialah bagaimana hidup dalam kebenaran. Hidup dalam kebenaran berarti hidup tanpa kepalsuan, hidup tanpa manipulasi. Dengan kata lain hidup dalam kebenaran berarti hidup secara jujur. Sebagai orang Kristiani yang mengakui diri sebagai pengikut Kristus mesti menyadari bahkan mempraktekkan kebenaran dalam hidup bahwa Allah adalah kebenaran. 

Dalam diri Allah tidak ada kepalsuan karena Allah adalah kebenaran. Selalu ada keselarasan antara apa yang dikatakan Allah dan yang diperbuat-Nya. Untuk mempraktekkan kebenaran bukanlah hal yang mudah; ada perjuangan yang berat. Mengapa? Seringkali apa yang dikatakan susah untuk dipraktekkan. Kebenaran menuntut kesatuan antara perkataan dan perbuatan.

Bagaimana cara kita bisa hidup dalam kebenaran? Pertama, Yesus adalah kebenaran. Untuk dapat hidup secara benar maka harus hidup dalam Yesus. Artinya bahwa hidup sesuai dengan yang dipraktekkan oleh Yesus sendiri. Kedua, punya prinsip hidup. Jika "Ya" katakan "Ya" dan jika "tidak" katakan "tidak" (Bdk. Mat. 5:37). Punya prinsip hidup mengandaikan ada penilaian yang jujur dari pribadi. Sebuah penilpaian itu lahir dari sikap objektivitas pribadi itu sendiri.

Kebenaran adalah unsur esensial sebagai pengikut Kristus. Yesus sendiri dalam hidup selalu memperjuangkan kebenaran itu. Perjuangan Yesus itu dibuat dalam bentuk pengajaran-pengajaranNya tentang Kerajaan Allah, tetapi juga dapat terlihat dari tindakan-tindakanNya. Sebagai pengikut Kristus, kita juga wajib untuk mempraktekkan kebenaran itu; berjuang untuk kebenaran itu sendiri. Berbicara banyak hal tentang Kristus adalah upaya untuk memperjuangkan kebenaran itu. Namun hal itu belum lengkap jika hanya menjadi sebuah teori semata. Mesti

Dibarengi dengan cara hidup dari manusia itu sendiri. Menjadi sebuah omong kosong jika pribadi berbicara banyak tentang kebenaran tanpa mepraktekkan kebenaran itu. Mempraktekkan kebenaran misalnya berbicara secara jujur, punya ketulusan hati dan suka berterus terang.

Muncul pertanyaan reflektif yang ada dalam hati saya: sudahkah saya hidup dalam kebenaran? Kebenaran macam apa yang telah saya hidupi selama ini? Apa yang harus saya buat untuk terus berada dalam kebenaran itu? Saya sungguh menyadari bahwa dalam hidup terkadang saya belum sempurna untuk hidup dalam kebenaran. Rasa malu dan takut seringkali menjadi penghambat untuk saya bisa mempraktekkan kebenaran itu. 

Saya malu untuk menyampaikan suatu kebenaran jika itu dapat menyakiti perasaan orang lain. Saya malu untuk menyatakan sesuatu itu salah jika pada akhirnya saya akan disalahkan. Begitulah bermacam-macam perasaan yang muncul sebagai penghambat untuk saya hidup dalam kebenaran. Saya merasa bahwa saya sering menggunakan topeng. Masih hidup dalam sebuah kepalsuan. 

Kesadaran ini mengantar saya untuk mengambil sebuah komitmen, bahwa hidup dalam kebenaran selalu mengandung konsekwensi. Misalnya, tidak disukai oleh orang lain, dianggap tidak setia kawan, sok suci dan sebagainya. Tapi sebagai pengikut Kristus, komitmen untuk kebenaran harus dijunjung entah apapun konsekwensi yang harus saya terima. Untuk itu, mulai dari sekarang, perasaan-perasaan yang mencegah saya untuk hidup dalam kebenaran harus saya hilangkan. Komitmen untuk setia kepada Yesus Sang Kebenaran sejati yang mesti ditingkatkan. Dengan begitu saya mampu lebih dekat lagi dengan Yesus Sang Kebenaran itu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun