Mohon tunggu...
Brigittha PricilyaSetyawan
Brigittha PricilyaSetyawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Love diversity

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna di Balik Didikan Orang Tua Tionghoa (Maskulin-Future Orientation)

9 Oktober 2020   16:15 Diperbarui: 9 Oktober 2020   16:20 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jack Ma adalah pengusaha sukses di Cina dan menjadi roleplayer keluarga tionghoa dalam mendidik anak laki-laki mereka. (Sumber gambar: gossipgist.com)

'Pelit' 'Hidupnya isinya kerja keras terus' 'mau nikahnya sama laki-laki yang sudah sukses atau sudah punya pekerjaan saja' 'uang adalah segalanya'. Kata-kata tersebut yang mungkin sering keluar dari masyarakat non-tionghoa di Indonesia. Banyak sekali masyarakat non-tionghoa yang mengatakan bahwa orang tionghoa hanya berorientasi pada uang. Bahkan tidak jarang orang non-tionghoa yang mengatakan bahwa orang tionghoa adalah orang yang kaya. Usaha yang dibangun dan dilakukan oleh orang tionghoa juga pasti sukses.

Saya adalah salah satu anak perempuan yang hidup di tengah keluarga yang memiliki tradisi serta pemikiran orang tionghoa. Sehingga tidak memungkiri bahwa saya dididik untuk selalu bekerja, menghormati ayah yang telah bekerja keras, menghemat uang, dan menggunakan uang dengan sangat bijaksana.

Pandangan saya pada kerabat saya dan orang-orang tionghoa yang ada di sekitarnya saya juga, selalu menginginkan agar anak perempuannya dapat menikah dengan laki-laki sukses dan punya pekerjaan. Anak laki-laki di keluarga tionghoa juga dididik dengan harapan menjadi anak laki-laki yang kuat, anak laki-laki yang tegas sehingga mampu memimpin keluarganya nanti di masa depan.

Namun dibalik dari itu semua, keluarga orang tionghoa memiliki alasan untuk selalu mendidik anaknya bekerja keras demi mendapatkan uang dan menggunakan uang tersebut dengan sangat bijaksana.

Keluarga orang tionghoa selalu berharap agar anak mereka nanti mampu menjadi kepala keluarga yang dapat membimbing keluarga di jalan yang benar. Bekerja keras agar mendapatkan uang, sehingga mampu menghidupi anak dan cucu secara layak dan makmur. Pemikiran orang tionghoa ini selalu memikirkan bagaimana mereka akan hidup di masa depan secara layak dan menikmati masa tua tanpa kesulitan mengenai keuangan.

Adanya pernyataan-pernyataan mengenai keluarga tinghoa yang selalu mendidik anak laki-lakinya menjadi seorang pria yang tegas, kuat, dan mampu bekerja keras. Kata-kata kerja keras menjadi sangat utama dalam tradisi keluarga tionghoa. Sebab laki-laki yang mampu bekerja keras sehingga mampu menghasilkan berbagai macam hal material, berkepribadian tegas, dan memiliki fisik yang kuat adalah ciri khas dari dididikan keluarga tionghoa. Hal ini juga menggambarkan bahwa keluarga tionghoa memiliki budaya yang maskulin dan memiliki future orientation.

Armia, C. (2002, h. 108) mengatakan bahwa masyarakat maskulin selalu menganggap bahwa pria harus punya ambisi, mampu bersaing, berani menyatakan pendapatnya, dan cenderung mencapai sebuah keberhasilan material. Hal ini sangat sesuai dengan keluarga tionghoa yang mendidik anak laki-laki mereka agar mampu bekerja keras agar sukses dalam bidang material, serta tidak lupa menghormati kepala keluarga yang telah bekerja keras demi menghidupi keluarga.

Sedangkan Samovar, dkk (2017) mengatakan bahwa future orientation adalah budaya yang berorientasi pada masa depan, biasanya menghargai apa yang akan datang dan masa depan diharapkan lebih baik dari masa kini ataupun masa lalu. Budaya yang mengorientasikan hidupnya pada masa depan selalu mengambil kesempatan, memiliki tekanan pada masa muda, dan memiliki tekad optimisme yang besar dalam dirinya.

Dimensi nilai dan orientasi nilai budaya diatas memiliki keterkaitan yang sangat menggambarkan didikan yang cenderung dimiliki oleh semua orang tua bersuku tionghoa di Indonesia. Orang tionghoa adalah orang yang punya pandangan bahwa laki-laki harus berpenghasilan, kuat, tegas, mampu memimpin keluarganya, serta menjadi penentu nasib masa depan keluarganya kelak. 

Orang tionghoa juga sangat menghargai kerja keras dan hasil dari kerja keras, namun dibalik itu semua keluarga tionghoa selalu memikirkan bagaimana masa depan nanti. Keluarga tionghoa berpandangan bahwa kaum adam harus memiliki modal pekerjaan yang baik dan memiliki hasil material yang baik pula, guna menentukan hidupnya serta keluarganya di masa depannya nanti.

Dengan demikian, pandangan mengenai orang tionghoa yang 'pelit' 'orientasinya kerja' 'seorang pria haruslah bekerja' 'sangat menghormati kepala keluarga yang telah bekerja keras' benar adanya.

Didikan yang keras oleh orang tua keluarga tionghoa terhadap anak laki-lakinya juga menjadi salah satu bukti bahwa orang-orang bersuku tionghoa adalah orang-orang yang maskulin dan future orientation. Karena mereka memiliki pandangan bahwa laki-laki harus mampu berpenghasilan, kuat, tegas, dan mampu membimbing keluarganya di masa depan. Namun, semua ini dianggap sebagai persiapan yang dilakukan oleh orang tua bersuku tionghoa, agar anak cucunya tidak hidup melarat di kemudian hari.

Daftar Pustaka : 

Armia, C. (2002). Pengaruh Budaya Terhadap Efektvitas Organisasi: Dimensi Budaya Hofstede. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 103-117.

Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Communication Between Cultures. Boston: Cengage Learning US.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun