Mohon tunggu...
Brigitta Raras
Brigitta Raras Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

80% terdiri dari caffeine

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bersinergi dengan Alam pada Kehidupan Kolektivisme Suku Baduy

12 Oktober 2020   12:12 Diperbarui: 12 Oktober 2020   12:22 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Suku Baduy/ Kompas.com)

Suku Baduy, bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Pemukiman tersebut berjarak sekitar 40 km dari Rangkasbitung, Banten. Masyarakat Baduy sangat menjunjung tinggi kepentingan bersama dan kerja sama dalam kehidupannya. Salah satu budaya yang sangat menekankan pada kegiatan kepentingan bersama adalah dugdug rempung. Dugdug rempung merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy secara bersama-sama dalam bentuk tenaga atau materi untuk membantu dan menolong pihak yang membutuhkan. Kegiatan dugdug rempung antara lain, memperbaiki jembatan, membuka dan memelihara jalan yang akan dilalui bersama, membangun dan memperbaiki rumah atau mendirikan bangunan. Tidak hanya itu, kegiatan dugdug rempung juga dilakukan dalam upacara adat yang melibatkan seluruh masyarakat Baduy, seperti upacara sunatan, perkawinan, dan kematian  Dalam acara tersebut mereka juga telah membagi tugas, seperti para wanita menumbuk padi dan mengolah makanan, serta kaum laki-laki bertugas untuk memanggang ayam (Somantri, 2012, h.152).

Kebudayaan yang dijalani oleh masyarakat Baduy sangat terlihat jelas adanya budaya yang bersifat kolektivisme. Menurut Hofstede (dalam Samovar, dkk., 2017, h.224), kolektivisme ialah kepentingan kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Kolektivisme memberikan penekanan yang besar pada pandangan, kebutuhan, dan tujuan dalam kelompok. Selain itu, norma dan tugas sosial juga didefinisikan secara in-group. Kolektivisme juga menekankan pada kesiapan besar untuk bekerja sama dengan anggota kelompok. Dalam budaya dugdug rempung, kerja sama sangat ditekankan untuk keperluan bersama, seperti memperbaiki jembatan dan jalan yang akan digunakan bersama. Selain itu, mendirikan rumah dan bangunan yang akan digunakan secara individu atau kelompok, juga dilakukan secara bersama-sama. Bahkan dalam melaksanakan upacara adat yang bersifat pribadi, seperti sunatan, perkawinan, dan kematian seluruh masyarakat Baduy terlibat dan saling membantu untuk keberlangsungan upacara tersebut. Dalam acara tersebut, juga terlihat bahwa tugas/ kewajiban ditentukan dalam kelompok,seperti para wanita menumbuk padi dan mengolah makanan, serta kaum laki-laki bertugas untuk memanggang ayam.

 (Rumah Suku Baduy/ Indonesiakaya.com)               
            googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});
 (Rumah Suku Baduy/ Indonesiakaya.com) googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});
Kegiatan dugdug rempung yang dilakukan secara bersama, juga sangat menjaga hubungan keserasian dengan alam. Dalam membangun rumah, memperbaiki jembatan dan juga mendirikan bangunan, masyarakat Baduy tidak menggunakan bahan-bahan konstruksi seperti batu bata atau semen yang digunakan oleh masyarakat umum (Mantalean, 2018, 17 Desember). Mayarakat Baduy menggunakan bahan-bahan alami, seperti kayu, bambu, dan serat rotan yang diperoleh dari hutan. Masyarakat Baduy sangat memanfaatkan apa yang telah diberikan alam secara positif dan secukupnya. Pembangunan rumah yang dilakukan secara gotong-royong oleh masyarakat Baduy, dilakukan dengan mengikuti kontur tanah, agar tidak merusak alam sekitar. Maka dari itu, tiang-tiang rumah suku Baduy tidak memiliki ketinggian yang sama. Mereka juga memanfaatkan ijuk dari daun kelapa yang dikeringkan sebagai atap rumah (Indonesiakaya.com).

Peristiwa tersebut sangat memperlihatkan kehidupan suku Baduy yang selaras dengan alam. Menurut orientasi nilai yang dipaparkan oleh Kluckhohn dan Strodtbeck (dalam Samovar, dkk., 2017, h. 216), terdapat Harmony with Nature atau selaras dengan alam. Harmony with Nature didefinisikan bahwa manusia dengan segala cara untuk hidup selaras dengan alam. Masyarakat Baduy sangat menekankan untuk hidup berdampingan dengan alam, mereka tidak menggunakan bahan-bahan dari luar alam dan juga sangat menjaga kelestarian alam. Dengan segala cara, masyarakat Baduy berupaya untuk tidak merusak alam, mereka menghindari penggunaan bahan dari luar yang bersifat merusak alam.


Daftar Pustaka

Mantalean, V. (2018, 17 Desember). 7 Pola Budaya yang Bisa Ditemukan di Kehidupan Suku Baduy. Kompas.com. Diakses melalui https://travel.kompas.com/read/2018/12/17/160500727/7-pola-budaya-yang-bisa-ditemukan-di-kehidupan-suku-baduy?page=all

Rumah Berkonsep Aturan Adat Khas Suku Baduy. Diakses melalui  https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/rumah-berkonsep-aturan-adat-khas-suku-baduy

Samovar, Larry A, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel, (2017). Communication Between Cultures. Boston: Cengage Learning US

Somantri, R. (2012). Sistem Gotong Royong Pada Masyarakat Baduy Di Desa Kanekes Provinsi Banten. Patanjala, 4(1), 141-155.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun