Apa yang muncul dalam benak kalian, jika melihat gambar di atas? Terdapat seseorang bersendawa dengan keras setelah makan bersama? Mungkin, kalian akan berpikir "tidak sopan","tidak memiliki etika","kekenyangan" atau bahkan kalian menganggap "sesuatu yang wajar"?
Semua penyataan di atas adalah perbedaan persepsi dari setiap individu. Dalam Samovar, dkk (2017, h. 200) dinyatakan bahwa persepsi ialah bagaimana kita memahami dunia dan membangun realitas. Terbentuknya persepsi tersebut dipengaruhi berbagai faktor, seperti faktor keluarga, sejarah, agama, dan identitas budaya.
Sebagian besar masyarakat Indonesia, akan memiliki persepsi negatif terhadap gambar di atas. Mereka akan menganggap hal tersebut sesuatu yang tidak sopan, dan menyalahi etika. Persepsi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya sosiokultural (Samovar, dkk., 2017, h. 200).
Faktor sosiokultural mencakup kepercayaan, nilai, dan perilaku. Sebagian masyakat Indonesia meyakini, bahwa bersendawa di depan banyak orang merupakan sesuatu hal yang buruk dan dapat menganggu kenyamanan bersama. Dengan adanya keyakinan tersebut, masyarakat Indonesia memegang sebuah nilai, bahwa bersendawa itu tidak baik.Â
Kedua hal tersebut mewujudkan sebuah perilaku, yaitu tidak bersendawa di depan banyak orang. Selain itu, persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh faktor keluarga, dimana masyarakat Indonesia cenderung menanamkan nilai tersebut kepada anak-anaknya. Maka dari itu, tidak heran jika sebagian masyarakat Indonesia memiliki persepsi negatif terhadap perilaku bersendawa di hadapan umum.
Tidak hanya persepsi negatif saja yang dapat muncul dalam gambar tersebut, tetapi juga ada individu dan kelompok yang menganggap serta memahami hal tersebut sebagai sesuatu yang positif. Masyarakat Tiongkok misalnya, mereka meyakini, bahwa bersendawa setelah makan merupakan sesuatu yang "baik" dan tidak akan menganggu orang sekitar (Cahya, 2019, Maret 23).Â
Bagi mereka, bersendawa setelah makan dihadapan orang lain mengartikan memberikan pujian atas makanan yang telah disajikan dan menandakan orang tersebut puas terhadap makanan itu. Bersendawa justru merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan diharapkan oleh seseorang yang menyiapkan makanan tersebut. Keyakinan tersebutlah, memunculkan sebuah nilai positif yang dipegang oleh masyarakat Tiongkok, sehingga mewujudkan perilaku bersendawa di hadapan banyak orang sebagai hal yang wajar.
Menurut Alder dan Gunderson (dalam Samovar, dkk., 2017, h. 201) terdapat lima karakteristik persepsi, yaitu selektif, dipelajari, ditentukan oleh budaya, konsisten, dan tidak akurat. Perbedaan kedua persepsi di atas ini, dapat dikatakan ditentukan oleh budaya dan bersifat dipelajari.Â
Persepsi negatif yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia ditentukan oleh budaya Indonesia dan dipelajari melalui penanaman nilai-nilai, begitu pula dengan persepsi positif yang dimiliki oleh masyarakat Tiongkok yang ditentukan dan dipelajari dari budaya Tiongkok serta penanaman nilai-nilai yang diyakini.Â
Perbedaan persepsi tersebut bukanlah sesuatu yang salah, hal tersebut sangatlah wajar terjadi. Kembali lagi pada apa yang telah saya paparkan di atas, bahwa persepsi itu muncul dari berbagai faktor dan pengaruh. Maka dari itu, ada yang menyatakan bahwa bersendawa di hadapan umum tersebut baik dan ada yang menyatakan buruk itu merupakan sesuatu yang wajar dan tidak perlu diperdebatkan. Mari kita bersama-sama untuk saling menghormati perbedaan persepsi dan mempelajari kebudayaan lain, agar terhindar dari kesalahpahaman.
Daftar Pustaka
Cahya, P. (2019, Maret 26). Unik, 6 Negara Ini Menganggap Sendawa adalah Hal yang Sopan Lho!. IDN TIMES. Diakses melalui www.idntimes.com
Samovar, Larry A, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel, (2017). Communication Between Cultures. Boston: Cengage Learning US
Sumber Gambar:
Sendawa saat makan. Diakses melalui blog.ruangguru.com
Eating together. Diakses melalui www.pandatree.com