Mohon tunggu...
Brian Prasetyawan
Brian Prasetyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Blogger

Generasi '90an, Pengurus Kelas Belajar Menulis Nusantara PGRI, Ketua Komunitas Cakrawala Blogger Guru Nasional, Menulis 3 buku solo & 14 buku antologi, Pernah menulis puluhan artikel di Media Cetak Ngeblog juga di www.praszetyawan.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Berani Menulis Berkat "BOLA"

25 Oktober 2018   19:36 Diperbarui: 25 Oktober 2018   19:43 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tabloid Bola (BOLA) lahir cukup jauh sebelum saya lahir. Saya hanya bisa menyimak cerita bahwa Bola awalnya adalah sisipan Harian Kompas. Sayangnya, meski BOLA sudah beredar sangat lama, saya baru "sadar" membaca BOLA di tahun 2009an atau saat harganya sudah Rp 5000. Saya cukup iri dengan kisah orang yang membaca BOLA sejak kecil, karena orang tuanya/saudaranya berlangganan bola. 

Masa kecil saya hanya diasup Harian Kompas yang dibawa Ayah saya dari tempat kerjanya. Tentu saya belum menegerti membaca Kompas. Paling untuk bahan kliping tugas sekolah. Namun jika ditanya kapan mengenal brand BOLA, saya tahu saat masa piala dunia 2002. Saat itu, entah darimana asalnya, di rumah saya terdapat majalah yang mengulas hasil  Piala Dunia 1998 terbitan BOLA.


 

Di satu sisi BOLA bukan media cetak olahraga pertama yang membuat saya tertarik mengikuti berita sepak bola. Namun BOLA lah yang pertama kali membuat saya tertarik dan berani mengirim tulisan ke media cetak. Banyak rubrik yang menjadi sasaran mulai dari Olepedia, Ola-Ole, Suara tifosi, hingga yang paling prestige, Oposan. 

Saya amati dan pelajari tulisan-tulisan pembaca yang dimuat di berbagai rubrik tersebut. Saya juga mendapat ide setelah membaca artikel BOLA. Disitu saya mengalami proses belajar. Saya tidak mengincar hadiahnya. Tulisan saya berhasil dimuat saja sudah senang

Baca juga: Tulisanku dimuat Untuk Pertama Kalinya Di Media Cetak

Saya ingat betapa deg-degannya saya ketika sampai di kios koran dan mengecek apakah tulisan saya dimuat atau nggak.  Jika tulisan saya dimuat, saya tidak memotongnya dan menjadikan kliping. Tapi saya rawat edisi tersebut dengan memasukkanya ke plastik bening. Saat-saat seperti itu sungguh bermakna dan membekas.

Berkembangnya media online menjadi alasan BOLA tutup. Media mingguan tentu kalah cepat memberitakan dibanding media online. Padahal sebenarnya BOLA menyajikan artikel yanglebih dalam sehingga membuat pembaca lebih "bergizi". 

Memang saya akui, saya juga sudah jarang membeli BOLA. Semakin jarangnya kios koran juga membuat susah mendapatkannya. Mungkin banyak diantara kita yang juga begitu, sehingga turut menjadi penyebab BOLA tutup.

Padahal dahulu BOLA sangat jaya. Pada 2010 frekuensi terbit bertambah dari dua kali seminggu menjadi tiga kali seminggu yaitu Senin, Kamis, Sabtu. Bersamaan itu juga terdapat Bola Sport yang membahas khusus olahraga selain sepak bola. Ditambah lagi pada 2013 BOLA menerbitkan edisi Harian. Tabloidnya juga tetap terbit seminggu sekali. Luar biasa. Namun Harian Bola tersebut tidak bertahan lama. Sekarang justru produk utamanya juga ikut berhenti. 

Dengan tutupnya BOLA, maka habis sudah tabloid olahraga Indonesia. Empat tahun yang lalu, SOCCER sudah tutup duluan. Padahal dahulu saya sempat bingung kalau mau beli tabloid. BOLA atau SOCCER ya ? 

Ada saat-saat dimana saya membandingkan dua tabloid tersebut. SOCCER harganya lebih terjangkau dan full colour. BOLA lebih tebal halamannya dan artikel preview pertandingan lebih banyak. Sekarang tidak ada lagi tabloid olahraga yang bisa dipilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun