Keluhan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait netralitas aparat negara dalam Pilkada Jatim menuai banyak cibiran dari berbagai pihak. Banyak pihak yang menilai pernyataan SBY itu berlebihan dan perlunya mawas diri.
Seperti diberitakan sebelumnya, usai memimpin apel Demokrat Jatim di Madiun, Senin (18/6), SBY mengaku khawatir aparat negara seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian, maupun TNI memihak parpol tertentu dalam Pilkada 27 Juni mendatang.
Melihat pernyataan SBY itu, kita bisa menilai adanya kepanikan yang luar biasa di tubuh Partai Demokrat terkait calonnya di Jatim. Hal itu sebagaimana pokok pikiran pengamat politik Universitas Brawijaya, Fajar Ramadlan.
Pernyataan SBY itu menjadi indikasi ada kepanikan bahwa calon yang diusung Demokrat dalam posisi tertinggal. Hal ini sejalan dengan narasi yang dibangun sebelumnya oleh Sekretaris Demokrat Jatim Renville Antonio bahwa kecurangan bisa menggagalkan pemenangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto, calon yang diusung Demokrat di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim.
Indikasinya mudah saja, jika tidak panik, tidak mungkin menyasar dan memberi tudingan ke mana-mana.
Padahal kalau mau jujur sebenarnya potensi penggunaan alat negara itu justru ada di sekitar kelompoknya. Misalnya, Khofifah merupakan mantan menteri sosial, tentunya dia memiliki infrastruktur jaringan Program Keluarga Harapan (PKH) yang cukup besar cakupannya di Jatim.
Itu adalah potensi kekuasaan yang bisa dimanfaatkan untuk pemenangan pasangan Khofifah-Emil. Lantas, mengapa SBY tidak mengkritisi itu?
Belum lagi, Soekarwo sebagai Ketua DPW Partai Demokrat sedang menjabat sebagai Gubernur Jatim. Soekarwo juga sekaligus menjadi motor pemenangan pasangan Khofifah-Emil. Dengan fakta seperti itu, justru pihak SBY yang bisa mengerahkan polisi, TNI dan BIN di Jatim.
Di sisi lain, sebagai presiden selama 10 tahun, SBY seharusnya juga sudah paham bahwa tidak mudah untuk membawa BIN, Polri, dan TNI terlibat dalam politik praktis. Karena semua sudah tersistem dan pengawasan dijalankan oleh banyak pihak.
Di samping itu, Presiden Jokowi pun sudah menegaskan bahwa aparat negara sepenuhnya netral dalam Pilkada. Dan, sejauh ini belum ada bukti satu pun tentang keterlibatan aparat keamanan dalam politik praktis di Pilkada.
Oleh karena itu, bisa jadi pernyataan SBY itu bentuk kepanikan atau delusi akut. Hal itu yang membuatnya takut pada bayangan dirinya sendiri.