Perlakuan Kompos jerami + 50% N, P, K menunjukkan hasil kemasaman tanah yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik lain dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena proses dekomposisi pada kompos jerami terdekomposisi lebih lambat dibandingkan dengan pupuk organik lain sehingga pH menurun. Tingkat kemasaman tanah akibat dari pemberian bahan organik bergantung pada tingkat kematangan dari bahan organik yang diberikan, batas kadaluarsa dari bahan organik dan jenis tanahnya. Jika penambahan bahan organik yang masih belum matang akan menyebabkan lambatnya proses peningkatan pH tanah dikarenakan bahan organik masih belum terdekomposisi dengan baik dan masih melepaskan asam-asam organik.
Tabel 2. Pengaruh jenis pupuk organik dan N, P, K terhadap pH dan P-tersedia
Pada prinsipnya pemupukan dengan pupuk kandang merupakan penambahan bahan organik pada tanah. Semakin besar dosis N, P, K yang diberikan tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil P tersedia pada tanah. Kondisi ini mengakibatkan efisiensi pemupukan P menjadi rendah. Hal ini disebabkan unsur P pada 100% N, P, K pada perlakuan Pupuk kandang ayam + 50% N, P, K mengalami pengaruh susulan (residual effect), artinya pupuk yang diberikan sebagian tertinggal di dalam tanah. Hal ini juga dapat dilihat dari penyerapan P oleh tanaman pada perlakuan Pupuk kandang ayam + 50% N, P, K lebih rendah dibanding dengan perlakuan lainnya. Perlakuan kompos jerami + 50% N,P,K memiliki P-tersedia sebesar 12,55 mg.kg-1, berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, begitu juga dengan perlakuan 100% N, P, K; Pupuk kandang sapi + 50% N, P, K; Pupuk kandang sapi + 100% N, P, K; Pupuk kandang domba + 50% N, P, K; Pupuk kandang domba + 100% N, P, K dan 100% N, P, K. Hal ini disebabkan unsur P banyak tidak tersedia di dalam tanah karena terfiksasi oleh Al dan Fe. Pada pH kurang dari 6,5 akan banyak terlarut Al, Fe, dan Mn yang mengikat P dalam tanah.
Penelitian yang dilakukan oleh Syofiani R dan Giska Oktabriana (2020) pada lahan tambang emas di Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat yang menghasilkan limbah yang cukup besar salah satunya dalam bentuk Tailing. Tailing merupakan hasil pengelolaan lahan galian yang dapat mencemari lingkungan apabila masih mengandung toksik. Tailing berasal dari residu tambang yang sudah diambil bahan-bahan yang bernilai ekonomisnya seperti emas, perak dan tembaga.
Hasil analisis pH dan P-tersedia tanah setelah diinkubasi dengan pupuk guano dan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa adanya peningkatan nilai pH setelah diinkubasi dengan pupuk guano dan mikoriza. Peningkatan pH tidak sama setiap perlakuan, hal ini disebabkan karena dosis pupuk guano dan mikoriza yang diberikan berbeda masing-masing tanah.
Penambahan bahan organik yaitu pupuk guano mampu mengadsorbsi kation, termasuk H+ sehingga kemasaman tanah berkurang dan pH menjadi meningkat. Mikoriza mampu meningkatkan pH tanah dan memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Hal ini dikarenakan dengan adanya aktifitas dan metabolisme mikoriza menghasilkan dan melepaskan senyawa-senyawa organik yang berperan dalam mengikat kation-kation logam penyebab kemasaman tanah sehingga pH meningkat.
Tabel 3. Hasil analisa pH tanah
Pemberian mikoriza juga mempengaruhi peningkatan ketersediaan P tanah. Penambahan mikoriza mampu meningkatkan ketersediaan P, aktivitas mikoriza yang mampu melarutkan P yang terfiksasi melalui aktivitas enzim phospatase yang dapat mengurai hara dari keadaan tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman dan menyerap hara khususnya fosfat yang konsentrasinya rendah dalam larutan tanah.
Tabel 4. Hasil analisa P-tersedia (ppm)