Mohon tunggu...
Brian Prastyo
Brian Prastyo Mohon Tunggu... -

Tukang Ketik. Tinggal di perbatasan Jakarta dan Depok.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Copyleft" dan "Creative Commons"

17 Oktober 2009   23:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:35 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini pernah saya posting di blog kampus. Saya posting ulang di kompasiana sebagai posting perdana sambil saya belajar cara menggunakan fitur2 di kompasiana ini. Anyway, salam kenal untuk semua blogger dan pembaca kompasiana dan Salam Metal ;-) *** Copyleft! Mendengar namanya saja, kita sudah mendapat kesan bahwa kata ini sangat “catchy” dan begitu mudah untuk diingat, sehingga seolah-olah kata “right” dalam kata Copyright berarti kanan dan lawannya adalah “left” yang berarti kiri. Padahal tidak demikianlah adanya, karena kata “right” disini berarti Hak. Kata Copyleft juga terkesan sebagai lawan dari kata Copyright; sehingga ketika banyak orang memahami Pembajakan sebagai lawan dari Hak Cipta, maka Copyleft seolah-olah sama artinya dengan Pembajakan. Padahal itu tidak benar. Kata Copyleft diperkenalkan oleh Richard Stallman, yaitu seorang programmer komputer yang bekerja untuk Massachusets Institute of Technology (MIT) pada akhir tahun 1970-an. Pada saat itu, pekerjaan programming sangat bernuansa kerjasama. Saling tukar source code dari suatu program tidak hanya menjadi suatu hal yang biasa, bahkan telah menjadi budaya dan seolah-olah menjadi suatu kewajiban, tentunya menurut kode etik dan hukum tidak tertulis dari komunitas programmer tersebut. Pada awal tahun 1980-an, lanskap industri software berubah drastis karena beberapa perusahaan pengembang software mulai mendistribusikan program komputer tanpa disertai source code nya. Akibatnya, para programmer tidak bisa lagi mempelajari substansi dari program komputer tersebut. Hal ini secara langsung mengubah budaya kerja para programmer, karena mereka tidak lagi bisa saling membantu dalam memperbaiki atau meningkatkan kemampuan suatu program komputer. Hanya programmer di perusahaan yang menyimpan source code­-nya saja yang bisa memperbaiki, memodifikasi, atau mengembangkan program komputer tersebut. Budaya kerjasama dan kebersamaan pun hilang, digantikan oleh budaya korporat kapitalis yang hanya melihat program komputer sebagai mesin uang. Dalam perkembangannya, program komputer tanpa source code yang sudah menjadi mesin uang tersebut mereka jaga untuk senantiasa beroperasi dengan memanfaatkan rezim hukum Copyright. Caranya ialah dengan membuat berbagai tipe lisensi untuk produk yang secara esensial sebenarnya sama. Misalnya, untuk kalangan individu-non komersial mereka sebut End-User License, untuk kalangan komersial mereka sebut Corporate License, dan untuk kalangan pelajar dan mahasiswa mereka sebut Academic License. Lalu jika produknya sama, apa perbedaan yang dirasakan oleh pembeli dari masing-masing lisensi tersebut? Jawabannya adalah: Harga. Dan dengan berlindung di balik rezim hukum Hak Cipta, para borjuis produsen closed source/propietary program komputer menjual produknya dengan harga yang sangat tinggi kepada masyarakat dan turut serta melatih, mendukung, dan menjadi saksi ahli bagi pihak kepolisian untuk memenjarakan para pelaku pembajakan. Padahal, jika mereka memang berniat baik untuk mencerdaskan bangsa dan menghapus pembajakan caranya sangatlah mudah: distribusikanlah program komputer tersebut dengan source code-nya dan murahkan-lah harganya. Stallman mencoba melawan budaya korporat tersebut dan mempertahankan budaya kerjasama antara para programmer. Caranya adalah dengan membuat program komputer yang didistribusikan dengan bersama source code-nya, yang dia sebut sebagai Free Software. Karena setelah keluar dari MIT, Stallman tidak memiliki pekerjaan, Ia mencoba menawarkan Free Software ciptaannya dengan harga tertentu untuk memperoleh penghasilan. Ternyata, jualannya Stallman cukup sukses. Banyak programmer yang membelinya. Stallman pun membentuk lembaga untuk mengelola pendistribusian itu yang disebutnya Free Software Foundation. Kemudian Stallman memanfaatkan haknya sebagai pencipta dan pemegang hak cipta atas software tersebut untuk mendesain tipe lisensi yang diniatkannya untuk memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap orang untuk dapat mempelajari program komputer ciptaannya. Suatu lisensi yang diharapkannya akan mendorong kembalinya kerjasama antar para programmer komputer. Lisensi tersebut kemudian dia populerkan dengan istilah: Copyleft. Jadi, Copyleft, sebagaimana yang Stallman sendiri katakan, adalah suatu “distribution term” atau istilah pemasaran. Kalau mau dicari padanannya, kata itu setara dengan kata, misalnya, MLM (Multi Level Marketing) yang merupakan suatu kata dalam konteks pemasaran dan bukan suatu istilah hukum yang tercantum dalam suatu peraturan. Produk yang dipasarkan dengan sistem Copyleft adalah Free Software yang disebutnya sebagai GNU Software. Sebagai suatu tipe lisensi, Copyleft merefleksikan 4 macam izin yang diberikan oleh pencipta/pemegang hak ciptanya kepada siapa saja, yaitu: (1)   Izin untuk menjalankan program (free to run the program); (2)   Izin untuk memperbanyak program (free to copy the program); (3)   Izin untuk memodifikasi program (free to modify the program); dan (4)   Izin untuk mendistribusikan program hasil modifikasi (free to distribute modified copy). Dan karena pendistribusian program ini dapat dilakukan dengan cara jual-beli, maka kata “free” disini tidak berarti gratis atau zero price. Kata “free” disini berarti: FREEDOM atau kebebasan. Dalam perkembangannya, software yang didistribusikan dengan source code ada yang disebut sebagai Open Source Software. Lalu kata “free” dalam Copyleft license kemudian populer dalam bahasa perancis, yaitu Libre. Dan saat ini, gabungan antara kata Free Software, Open Source Software, dan Libre Software kemudian berujung pada akronim yang disebut FLOSS atau Free/Libre/Open Source Software. Tetapi jangan sampai anda terkecoh dengan istilah FREEWARE. Karena software yang disebut Freeware sudah pasti gratis, tetapi belum tentu open source. Karena Copyleft itu sendiri adalah suatu tipe lisensi, maka simbol copyleft seperti yang tertera di atas ini, memiliki makna hukum yang sama dengan isi dari lisensi tersebut. Artinya, pemegang hak cipta atas suatu program komputer yang memilih Copyleft sebagai metode distribusinya, lalu menggunakan simbol ini, telah mengizinkan setiap orang untuk: run, copy, modify, and distribute modified copy dari program tersebut. Dengan demikian, kalau saya punya satu kopi GNU Software, lalu software tersebut saya perbanyak dan saya bagi-bagikan kepada teman-teman saya atau saya upload di website saya tanpa izin dari programmernya, maka saya tidak melanggar hukum. Karena sesungguhnya izin telah diberikan hanya dengan mencantumkan simbol tersebut. Dahsyat kan! Creative Commons Jika “Collaboration & Cooperation” adalah dua kata kunci yang menjadi tujuan dari pengembangan Copyleft, maka “Share” adalah kata kunci dalam pengembangan Creative Commons (CC). Inisiator dari CC adalah seorang profesor hukum dari Amerika Serikat bernama Lawrence Lessig. Dalam salah satu artikelnya, Lessig mengaku menjadi pendukung dan sangat terinspirasi oleh gagasan Copyleft-nya Stallman. Namun sebagai seorang ahli hukum Ia juga melihat kelemahan yang penting dari gagasan tersebut. Pertama, lingkup keberlakuannya. Copyleft hanya berlaku untuk GNU Software dan Dokumentasi yang terkait dengan GNU Software tersebut. Artinya ada sangat banyak jenis Ciptaan yang tidak bisa diakomodir melalui lisensi Copyleft atau sering juga disebut GNU/GPL License. Kedua, jenis izin yang diberikan. Lessig menyadari bahwa izin tersebut kurang fleksibel dalam mengakomodir berbagai kebutuhan pencipta yang beraneka ragam. Selain itu, Four Freedom tersebut juga tidak mengakomodir kebutuhan para pencipta yang tidak ingin karyanya digunakan untuk kepentingan komersial. Ketiga, tujuan dari Copyleft sangat terbatas untuk membangun kolaborasi dan kerjasama antara para programmer komputer. Padahal, yang saat ini dibutuhkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan menumbuhkan kreatifitas adalah semangat untuk: BERBAGI PADA SETIAP ORANG.

Lessig pun kemudian merancang CC sebagai suatu lisensi yang terdiri dari beberapa macam tipe. Lisensi tersebut kemudian diberlakukan untuk semua jenis ciptaan dan tidak hanya untuk program komputer. Lalu Lessig secara jitu memperkenalkan berbagai macam simbol untuk memudahkan setiap orang mengenali masing-masing tipe lisensi. Dengan cara demikian, setiap orang dapat memilih tipe lisensi yang sesuai dengan  kehendak atau kebutuhannya. Kesamaan dari semua simbol CC adalah adanya pernyataan dari pencipta/pemegang hak cipta bahwa Ia memang memberikan izin bagi setiap orang untuk melaksanakan hak cipta atau hak moralnya, tetapi izin itu tidak untuk seluruhnya. Pencipta/pemegang hak cipta masih memegang sendiri hak-hak tertentu sesuai dengan tipe lisensi CC yang dipilihnya. Karena itu penggunaan simbol CC memiliki makna yang sama dengan frase: SOME RIGHTS RESERVED. Jadi ketika seorang pengarang menaruh simbol, misalnya, “kata BY dalam lingkaran” maka itu bermakna Ia mengizinkan karyanya diperbanyak, direpublikasi, dijual, dan dimodifikasi, sepanjang namanya tetap disebutkan dalam karya tersebut. Atau bisa pula dikatakan, Ia mengizinkan karyanya “dibajak” tetapi Ia tidak mengizinkan karyanya “dijiplak”. Untuk keterangan mengenai simbol-simbol CC lainnya dan mengetahui bentuk bahasa hukumnya, anda bisa mengunjungi situs web CC. Kesimpulan Copyleft dan Creative Commons bukanlah kata yang tercantum dalam suatu peraturan, karena itu keduanya bukan istilah hukum, sedangkan Copyright/Hak Cipta tercantum dalam suatu peraturan sehingga itu menjadi istilah hukum. Simbol Copyright hanya menyatakan bahwa karya ini adalah ciptaan dan/atau milik suatu pihak, tetapi tidak merepresentasikan izin/lisensi tertentu dari pihak tersebut kepada setiap orang. Akibatnya, karya cipta tersebut tidak boleh di­-sharing, dikopi, dipublikasi, atau dimodifikasi tanpa seizin dari pencipta/pemegang hak ciptanya. Orang yang tetap melakukan hal-hal itu terhadapsuatu karya yang diberi simbol Copyright secara tanpa izin, dapat digugat secara perdata atau dilaporkan ke polisi sebagai suatu tindak pidana. Karena itu, simbol ini sesungguhnya memang hanya cocok untuk ciptaan yang diniatkan untuk dikomersialkan, karena kandungan nilai kapitalis dan represif-nya yang sangat kental. Berkebalikan dari simbol Copyright, maka simbol Copyleft dan Creative Commons justru merepresentasikan izin dari pencipta/pemegang hak cipta kepada setiap orang untuk melaksanakan perbuatan tertentu terhadap suatu karya cipta. Tindakan pemberian izin tersebut adalah suatu tindakan yang legal karena dalam UUHC dikatakan bahwa pencipta/pemegang hak cipta dapat memberikan izin berupa lisensi. Dengan demikian, menggunakan simbol Copyleft atau Creative Common berarti memberikan lisensi. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka Copyleft dan Creative Commons sesungguhnya adalah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Hak Cipta dan sama sekali bukan berarti pembajakan. Bahkan Copyleft dan Creative Commons justru merupakan bentuk terbaik dari pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta, karena memberikan akses yang luas bagi setiap orang untuk mempelajari, mengembangkan, dan menumbuhkan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun