Mohon tunggu...
Boy Anugerah
Boy Anugerah Mohon Tunggu... Administrasi - Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Pendiri dan Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan featured

Jalan Terjal Demokrasi Myanmar

17 Desember 2017   09:46 Diperbarui: 1 Februari 2021   16:06 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(AFP PHOTO/THET AUNG)

MENJADI sebuah negara yang demokratis, baik dalam tataran konsep, visi-misi, strategi, serta implementasinya dalam praksis bernegara bukanlah sebuah proses yang mudah. 

Demokrasi membutuhkan banyak hal sebagai fondasi untuk menjadi bentuk yang sejatinya, demokrasi yang hakiki, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Demokrasi menuntut political will yang kuat dari seorang pemimpin, keterikatan yang kuat dengan aspek historis dan sosial budaya bangsa, suprastruktur dan infrastruktur politik yang kohesif yang bisa saling mengkoreksi dan melengkapi satu sama lain, serta keterbukaan terhadap saran, masukan, bahkan kritik dari dunia luar.

Myanmar sedang dalam tahap transisi demokrasi. Betapa pun carut-marutnya kondisi politik dan keamanan Myanmar saat ini, termasuk konflik Rohingya yang menyita energi dan perhatian dunia internasional, jauh lebih baik dibandingkan dengan situasi dan kondisi ketika Myanmar masih dibelenggu oleh rezim militer. 

Masih kental dalam ingatan kita bagaimana corak dan warna kehidupan politik Myanmar ketika hidup pada masa rezim barbar militer waktu itu. Aung San Suu Kyi dikenakan status tahanan rumah hanya karena ia dianggap berbahaya terhadap eksistensi junta militer. 

Junta militer Myanmar juga tak segan melakukan serangan fisik terhadap para penentang, melakukan referendum terhadap konstitusi untuk mengekalkan kekuasaan, serta menganulir hasil pemilu yang dimenangkan oleh kelompok pro demokrasi.

Dalam konteks menuju demokrasi, kondisi Myanmar hari ini tidaklah kokoh, untuk tidak menyebut bahwa Myanmar berada pada posisi yang sangat rapuh secara politik. 

Pemahaman demokrasi di Myanmar, suka tidak suka, masih sebatas bagaimana mereka terlepas dari rezim militer, belum pada taraf penguatan demokrasi secara institusional kenegaraan. 

Demokrasi Myanmar juga tercerabut dari aspek historisnya, yang mana demokrasi sejatinya adalah untuk seluruh masyarakat, tidak peduli apapun suku, agama, serta status sosialnya.

Demokrasi tidak mentolerir diskriminasi, kekerasan, ataupun penindasan dalam bentuk apapun. Demokrasi menuntut partisipasi aktif dari seluruh warga negara, melalui saluran formal ataupun informal. Demokrasi merupakan alat dan sarana untuk mewujudkan rasa aman, damai, adil, makmur, serta sejahtera. Inilah esensi demokrasi yang sesungguhnya. Demokrasi yang substansial, bukan prosedural.

Pemerintah Myanmar sesungguhnya menyadari status dan kondisinya dalam upaya mewujudkan mimpi menjadi negara yang demokratis. Rezim demokrasi Myanmar saat ini memandang perlu untuk bersikap outward looking dengan belajar kepada negara-negara lain yang aspek kesejarahannya kurang lebih sama dengan Myanmar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun