Mohon tunggu...
Bosya Fitra Perdana
Bosya Fitra Perdana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa UPN "Veteran" Jakarta

Kind words cost nothing

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Stereotip yang "Jelek", Dzawin Terbuka Lebar Soal Pesantren

14 Desember 2020   11:06 Diperbarui: 14 Desember 2020   11:12 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Untuk masyarakat umum, pesantren sudah tidak dipandang tinggi lagi sebagai pilihan pendidikan, dan sekolah modern yang menjadi prioritas. Dari sisi politik yang cukup berat hingga aliran yang radikal, banyak yang membuat citra pesantren menjadi turun. 

Hal berbeda diucapkan Dzawin Nur, Stand Up Comedian yang menaungi dalam kehidupan pesantren selama 6 tahun lamanya ini bukan membela melainkan terbuka secara netral.

"Ngapain sih kamu masuk pesantren?" Tanya Soleh dalam acaranya The Soleh Solihun Interview dengan nada yang meremehkan. 

Tidak aneh lagi dengan konotasi yang meremehkan, Dzawin hanya menceritakan soal kakanya yang pandai berbahasa inggris dan mendapatkan uang dari sepupu-sepupunya yang menguji kemampuan bahasa inggrisnya. Soleh-pun heran dengan motivasi yang sekedar uang saja untuk masuk pesantren dan Dzawin hanya menjawab "Pada saat itu, iya".

Memang aneh, namun motivasi itu datang dari seorang bocah yang duduk di bangku kelas 6 yang pada saat itu sedang memilih pendidikan lanjutanya. Salah seorang ibu dari temannya bertanya kepada Dzawin "Kok milih masuk pesantren? Emang nemnya berapa?" tuturnya, seolah pesantren hanyalah pelarian bagi murid yang memiliki nem rendah.

Sebaliknya rata-rata nem Dzawin pada saat itu mencapai 8,9. Mungkin dari pemikiran umum masyarakat yang mengira bahwa kegiatan pesantren dominan dengan agama seperti mengaji dan takut akan perkembangan pendidikan umum didalam pesantren tidak berkembang.

"Kita itu belajar soal pendidikan umum 40%, Agama 40%, dan Bahasa Arab 20%" ujar Dzawin,  yang menjelaskan lebih detail kurikulum pesantrenya mulai dari Shorof atau kata perintah.

Fiil Madhi yang artinya kata yang sudah terjadi, Yaf'Alu kata untuk orang kedua hingga kata-kata mutiara dari tokoh agama sampai filsafat-filsafat dari plato dan aristoteles. Tidak lupa dengan pendidikan agama, Dzawin juga mempelajari kitab kuning setelah shalat subuh. 

"Kita sebagai santri mempunyai kemampuan untuk tidur dalam posisi apapun" kata Dzawin yang ingin menghindari kegiatan membaca kitab kuning karena ngantuk, "Yaudah, saya izin ke toilet terus buang air besar abis itu tidur dalam posisi itu" kata Dzawin.

Dzawin merasa selama berada di pesantren, ia merasa seperti dalam penjara suci. Sesuai sejarah pesantren yang mengambil filosofi biksu yang mengisolasikan diri di kuil yang jauh dari perkotaan.

Dia merasa lebih fokus dalam mengikuti setiap pelajaran yang ada. "Sama kan pesantren juga banyak yang di pelosok-pelosok, gatau karena ngikutin filosofi biksu itu atau emang tanahnya murah" kata Dzawin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun