Mohon tunggu...
Bahasa

Pandangan Mahasiswa Sastra terhadap Sastra

3 Januari 2019   11:19 Diperbarui: 3 Januari 2019   11:29 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Mempelajari sastra sama dengan mempelajari kehidupan, itulah yang saya rasakan selama menjadi seorang mahasiswa. Bahasa merupakan media dari sastra. Pada kenyataannya dunia ini dipenuhi dengan bahasa, apapun dipelajari melalui bahasa. Sehingga boleh dikatakan bahasa adalah ilmu yang paling luas. Semua hal perlu bahasa. Tanpa bahasa dunia ini kosong.

Melalui bahasalah diungkapkan berbagai perasaan, pemikiran, juga pengalaman menjadi sebuah karya. Sastra bisa memengaruhi cara pandang seseorang, yang awalnya pemurung bisa menjadi ceria, yang awalnya pemarah bisa menjadi penyabar, yang awalnya buruk bisa menjadi baik. Tapi apa sastra bisa mengubah yang baik menjadi buruk? Saya berani bilang tidak. 100% tidak. Sastra ada untuk kedamaian, sastra ada untuk kehidupan.

Lantas mengapa banyak sastrawan, misalnya seorang penyair, banyak yang tidak terkenal ketika sastra ada untuk kehidupan? Karena menjadi terkenal bukanlah tujuan dari hidup kami. Ya kami, mungkin sekarang saya belum membuat karya apapun sehingga saya belum pantas disebut seorang sastrawan. Tapi keinginan untuk berkarya melalui tulisan ada dalam diri saya.

Tujuan hidup sastrawan cukuplah untuk menulis. Dari tulisan tersebut, apakah bisa menjadi inspirasi bagi orang lain, apakah bisa menjadi suatu hiburan, ataukah hanya sebatas bahan bacaan itu persoalan yang lain. Aku menulis maka aku ada, merupakan sebuah ungkapan yang pasti sering didengar oleh setiap orang. Ungkapan tersebut mencerminkan sebuah eksistensi seorang manusia melalui tulisan. Tak perlulah tampil di layar kaca untuk mengungkapkan keberadaan seseorang. Cukuplah dengan suatu tulisan.

Lalu, bedanya sastrawan dan penulis lain adalah ketika mereka menaruh sisi estetik pada karyanya. Sisi estetik ini umumnya melibatkan perasaan. Bagi pembacanya, pastilah untuk memahami isi dari sebuah karya sastra tidak hanya dibutuhkan pemikiran tetapi juga perasaan. Maka dari itu, salah satu dampak positif dari membaca sastra adalah menjadikan manusia lebih peka terhadap orang lain maupun lingkungan. 

Dulu saya termasuk orang yang kaku, saya tidak akan melakukan suatu hal jika tidak sesuai dengan pemikiran saya. Saya pun tipe yang terlalu banyak berpikir, dan seringkali tidak menghiraukan perasaan saya maupun orang lain. Tapi sekarang, saya menyadari bahwa perasaan itu lebih dalam dari pada pemikiran. Mau bukti? Coba saja sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun