Mohon tunggu...
BONNE KALOBAN
BONNE KALOBAN Mohon Tunggu... -

Baik baik saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Soal Bocor – Bocor yang Mana ?

1 Juli 2014   01:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:04 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut saya sebagai warga masyarakat awam, soal “bocor” dalam debat Capres / Cawapres belumlah cukup jelas .

Pak Prabowo pada debat capres sebelumnya , mengutip dari Bp. Abraham Samad bahwa angka kebocoran 7.000 Triliun, namun dari perhitungan team ahli Bp. Prabowo , angka kebocorannya adalah sekitar 1.000 triliun lebih.

Selanjutnya , Bp. Hatta Radjasa, menjelaskan dalam debat keempat Cawapres, bahwa yang dimaksud kebocoran 1.000 Triliun oleh pak Prabowo adalah “Potential Loss” , bukan bocor dari APBN . Menurut Bp. Hatta Radjasa , apa mungkin “bocor” 1.000 triliun dari APBN yang hanya 1.800 Triliun.

Menurut opini saya , kalau hanya dari sisi “belanja” ( pengeluaran ) , memang “sangat mengagetkan” , bocor 1.000 Triliun dari total 1.800 Triliun. Tapi dari sisi “pendapatan” (penerimaan negara) , bocor 1.000 triliun atau bocor 7.000 Triliun, siapa yang tahu ?

14041278441228129936
14041278441228129936

Dari berita media masa yang ada, terkait hasil kerja KPK, menurut saya yang pasti , “kebocoran” ( kerugian negara / kerugian bangsa Indonesia ) itu memang benar benar ada, karena ada sekian “tikus” menggerogoti (merampas) hak banyak orang untuk kepentingan diri sendiri , dan terbukti telah menjadi terpidana

Menurut saya, “bocor” pada tahap penerimaan , potensinya memang “lebih berpotensi mengagetkan”. Bukan saja disebabkan “kebodohan” karena hanya menjual “komoditi mentah” sumber daya alam , sehingga tak ada “added value”, tetapi potensi kebocoran kebocoran lain, terutama dari 2 sektor besar yaitu “PENERIMAAN PAJAK” dan “SUMBER DAYA ALAM”.

Logikanya, prioritas pertama adalah mengatasi kebocoran sisi penerimaan dan prioritas kedua mengatasi kebocoran sisi belanja. Lebih baik lagi , simultan mengatasi kebocoran penerimaan serentak dengan mengatasi kebocoran belanja. Bila belum mampu (keterbatasan sumber daya) , mari kita gunakan prinsip PARETO ( Tebang pilih, pilih pilih yang besar ).

Oleh karenanya, Indonesia membutuhkan pemimpin yang “bersih”, agar dapat membangun “pemerintah yang bersih” dan menjadi “bangsa yang bersih”.

PEMIMPIN TERPILIH YANG BERSIH PADA PILPRES 2014 INI, AKAN MENGHADAPI TUGAS YANG BERAT, KARENA ADANYA “RESISTENSI” (PENENTANGAN) DARI MEREKA YANG KOTOR.

Selamat memilih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun