Mohon tunggu...
Bonefasius Sambo
Bonefasius Sambo Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang gemar menulis

Penulis Jalanan ~Wartakan Kebaikan~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Guru Karena Terpanggil, Itu Tidak Cukup!

9 Desember 2018   22:36 Diperbarui: 9 Desember 2018   23:10 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Maksud saya menjadi guru hari ini hampir sama ketika anak muda Katolik yang ingin menjadi imam.

Dia tidak hanya memiliki panggilan (terpanggil) untuk menjadi imam (romo / pastor) tapi harus ditopang dengan standar akademik  (kemampuan intelektual) yang baik. 

Bahkan di ordo-ordo (serikat) tertentu seorang calon imam harus memiliki nilai akademik tinggi plus punya kemampuan berbahasa asing serta harus menempuh proses panjang baik di biara, kampus dan di dalam kehidupan bermasyarakat untuk menjadi imam yang seirama antara iman (beriman katolik) dan ilmu (pengetahuan yang universal).

Dulu orang memilih menjadi guru karena biaya pendidikan lebih murah dan peluang mendapatkan pekerjaan lebih besar ketimbang pekerjaan lain. Makanya orang tua kerap mengarahkan anak-anak mereka untuk kuliah di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan. Memang peluang kerja untuk guru sampai saat ini masih terbuka lebar namun demikian aturan makin sulit untuk menjadi seorang guru profesional. Atau mau menjadi guru PNS makin susah.

Kalau dulu untuk mendapatkan sertifikat pendidik cukup dengan portofolio namun hari ini harus melalui pendidikan profesi guru  (PPG) atau Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan  (PPGJ) bagi guru yang sudah mengajar.

Setiap saat regulasi pemerintah memang berubah-ubah untuk memprofesionalkan guru. Guru profesional (memiliki sertifikat pendidik) akan diganjari satu kali gaji pokok. 

Perubahan regulasi ini bisa kita lihat dari sistem portofolio (2007), PLPG, sampai pada PPG / PPGJ. Walau sudah mengikuti PLPG atau PPGJ belum tentu langsung akan diganjari sertifikat pendidik tapi harus melalui UTN (Ujian Tulis Nasional). Jika mencapai passing grade 80 maka kita akan dinyatakan lulus jika tidak kita harus mengulangi UTN tersebut dan kesempatan mengikuti UTN ulang hanya diberi 4 kali selama dua tahun.

Informasi terkini bahwa guru yang tidak lulus UTN PLPG tahun 2018 akan diikutsertakan dalam Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Tahun 2019. Maka teman-teman yang sudah menyandang guru profesional patut bersyukur untuk saat ini. 

Jika program sertifikasi sudah selesai (target) tahun 2022 maka kita sebagai guru akan terus diuji melalui UKG dan PKB. Hal ini (baik UKG maupun PKB) masih soal pengetahuan pedagogik dan pengetahuan profesional (mata pelajaran). Kita masih menanti regulasi terbaru tahun 2019 terkait kinerja (e-kinerja) dan daftar hadir online maka lengkaplah kesempurnaan itu menjadi guru.

Dengan demikian kita yang masih berproses ke arah profesional harus banyak membaca dan berlatih. Melaksanakan tugas pembelajaran dengan baik dan penuh tanggung jawab. Guru harus lebih taktis dalam melaksanakan tugas tambahan atau lebih fokus pada profesinya.

Lalu apakah regulasi pemerintah ini "menyengsarakan" guru atau tidak pro guru?

Bagi saya ini untuk menjawab tantangan zaman. Generasi milenial hari ini adalah generasi tanpa batas soal ilmu pengetahuan dan teknologi. Makanya bangsa kita membutuhkan guru-guru berkualitas untuk mendidik dan membimbing generasi muda bangsa. Artinya kita sebagai guru terus belajar dan mengasah kemampuan diri. Mau tidak mau kita mesti siap dan ikhlas menjadi guru pembelajar seumur hidup.

Salam Damai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun