Perjalanan hidup kadang tak terduga. Ada individu yang perlu berulang jatuh bangun, sebelum pada akhirnya menggapai tujuan. Sebaliknya, tak sedikit individu yang lurus-lurus saja dalam hidup. Muda foya-foya, tua kaya raya, dan semua toh tetap baik-baik saja.
Pemuda satu ini merantau demi satu tujuan. Meninggalkan Lombok. Merengkuh pendidikan di Kota Pelajar, Yogyakarta. Suasana Yogya membuncahkan gelora sang pemuda untuk mengangkat panji aksara. Ia memilih jalan kepenyairan. Mendirikan pers mahasiswa. Dibuatnya blog untuk menjadi rumah ragam tulisannya. Rumah maya tersebut dinamai, Rumah Merah.
Geloranya untuk bergulat dalam dunia aksara ditempuh dengan otodidak. Berkarya secara konsisten membuatnya ingin membukukan karya tersebut. Apa daya justru penolakan penerbit yang ia dapatkan. Penolakan yang justru melecut dirinya untuk berdikari. Memerdekakan diri belajar.
Indie Book Corner: Merdeka Belajar dan Merdeka Berkarya
Penolakan berakhir pada suatu keberanian. Berani memikirkan solusi. Dengan penuh gelora ia dirikan penerbitan alternatif, Indie Book Corner (IBC) untuk menerbitkan karyanya. Ia pilih tanggal sungguh cantik, 9/9/2009. Secara bergerilya ia tak letih menyebarkan brosur pencarian naskah untuk IBC. Puncak dari pencarian naskah itu dihelat acara bedah belasan buku serentak di Toko Buku Togamas, Yogyakarta.
Semangat IBC untuk memberi wadah bagi ragam naskah yang belum mendapat tempat di penerbit besar senapas dengan semangat Togamas untuk menjadi jaringan toko buku alternatif dengan harga kompetitif serta pasangan alamiah dalam membangun masyarakat berpengetahuan.
Misi mulianya membentuk IBC merupakan cara terbaik untuk tidak jatuh berlama-lama dalam kekalutan penolakan dari penerbit. Ia singsingkan lengan baju dengan satu misi: mencetak semua karya penulis Indonesia. IBC ia dirikan sebagai gerbang pembuka untuk para penulis pemula menerbitkan buku.
Melalui IBC para calon penulis dapat mengalami atmosfer merdeka belajar. Bersama-sama mereka meretas impian menelurkan karya buku yang diterbitkan. Merdeka berkarya. Jika usai menerbitkan karya perdana di IBC, lalu mereka mendapat kesempatan menerbitkan buku di penerbit mayor, bukan suatu masalah.
Bermula dari keinginan sederhana untuk menerbitkan karyanya sendiri, secara perlahan ia mulai menancapkan diri menjadi pejuang literasi. Bersama rekan-rekan, ia tanpa gentar menyuarakan pentingnya penerbitan indie (alternatif). Terkadang karya terbaik justru dirintis dan bermekaran pada wadah penerbit alternatif.
Mengutip istilah generasi sekarang, IBC adalah jalan ninja bagi dirinya. Sekuat tenaga IBC dilahirkan, dibesarkan, dan dirawat hingga kini. Baginya IBC sebuah wadah bertumbuh bagi banyak penulis yang sedang merintis masuk dalam dunia kepenulisan. Keinginan terbesarnya untuk membantu siapa pun yang memiliki naskah. Lalu, naskah itu dapat diterbitkan dalam rupa buku.
Berkat IBC lahirlah penulis-penulis yang kini mewarnai dunia literasi di Indonesia. Awalnya kehadiran IBC menyasar untuk para penulis pemula yang ingin memiliki karya perdana. Kini para penulis yang sudah memiliki kiprah di dunia literasi ikut pula menerbitkan buku di IBC.