Mohon tunggu...
bona boaz
bona boaz Mohon Tunggu... Mahasiswa UNSIA

Saya adalah seorang penulis yang tidak pernah bosan untuk belajar dan mengejar cita-cita. Selain itu, saya juga seorang mahasiswa yang selalu ingin menambah pengetahuan dan ilmu baru. Saya juga merupakan seorang content creator yang senang membuat konten yang menarik dan berguna bagi orang lain. Sebagai penulis, saya selalu bersemangat untuk menulis dan mengejar karya yang lebih baik lagi. Saya selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas tulisan saya dan menjadi lebih baik dari yang terdahulu. Saya juga selalu memiliki harapan yang besar untuk menjadi penulis yang sukses dan dikenal oleh banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mencegah Penyebaran Propaganda Politik Uang dengan Regulasi Komunikasi Digital

12 Februari 2025   16:18 Diperbarui: 13 Februari 2025   13:48 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menjelang Pemilu 2024 terdahulu, KPK kembali menggaungkan kampanye "Hajar Serangan Fajar" untuk mengingatkan masyarakat tentang bahaya politik uang. Fenomena ini memang bukan barang baru, tetapi sekarang semakin sulit dilacak karena telah merambah ke dunia digital. Jika dulu praktik ini dilakukan secara konvensional dengan pembagian amplop berisi uang atau sembako, kini formatnya lebih canggih: saldo digital, giveaway berkedok kuis, bahkan influencer yang disewa untuk menggiring opini publik secara halus.

Regulasi komunikasi digital pun diuji dalam menghadapi tantangan baru ini. Undang-Undang Pemilu dan UU ITE memang sudah mengatur berbagai aspek kampanye politik, tetapi apakah cukup kuat untuk menangkal politik uang yang terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi?

Politik Uang di Dunia Digital

Serangan fajar kini tak lagi harus terjadi di pagi buta dengan amplop uang yang berpindah tangan. Kini, transaksi bisa berlangsung tanpa tatap muka cukup dengan transfer digital, top-up e-wallet, atau voucher pulsa. Ada juga praktik sponsor konten di media sosial, di mana kandidat membayar influencer untuk mengemas pesan politik secara halus agar terlihat lebih natural dan tidak terkesan kampanye terang-terangan. "Karena di medsos juga bisa terjadi politik uang, mengingat ada pola giveaway dan segala macam, itu tidak boleh," kata Aries di sela apel siaga pengawasan di Banjarmasin, Senin (27/11/2023).(kanalkaltim.com)

Padahal, regulasi sudah cukup jelas. Pasal 515 dan Pasal 523 dalam UU Pemilu melarang politik uang dalam bentuk apa pun, begitu pula Pasal 187A dalam UU Pilkada yang mengatur pemberian uang atau barang bernilai ekonomi di luar ketentuan kampanye. PKPU Nomor 15 Tahun 2023 juga membatasi nilai bahan kampanye maksimal Rp100.000,00 per orang. Artinya, politik uang dalam bentuk digital pun sebenarnya bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.

Bagaimana Regulasi Komunikasi Bisa Menjadi Solusi?

Pertama, transparansi dana kampanye digital harus diperketat. Kandidat dan partai politik harus membuka laporan pemasukan dan pengeluaran dana mereka, termasuk pengeluaran untuk iklan digital dan kampanye di media sosial. Platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok juga perlu bekerja sama dengan penyelenggara pemilu untuk memastikan semua konten berbayar yang berhubungan dengan kampanye dilabeli dengan jelas.

Kedua, pengawasan terhadap kampanye digital harus diperkuat. Bawaslu dan KPU harus memiliki sistem yang bisa mendeteksi pola pengeluaran dana kampanye yang mencurigakan. Pemanfaatan big data dan AI bisa menjadi solusi untuk memantau transaksi yang tidak wajar.

Ketiga, literasi digital masyarakat perlu ditingkatkan. Pemilih harus paham bahwa menerima uang atau hadiah dalam bentuk apapun, baik secara langsung maupun digital, merusak sistem demokrasi. Kampanye edukasi ini harus dikemas secara kreatif dan relevan bagi generasi muda yang merupakan pengguna utama media sosial.

Terakhir, regulasi yang sudah ada harus ditegakkan dengan lebih tegas. Jika ada kandidat yang terbukti melakukan politik uang, baik dalam bentuk konvensional maupun digital, sanksinya harus jelas dan tanpa kompromi. Jika tidak, maka regulasi hanya akan menjadi aturan di atas kertas tanpa efek nyata di lapangan.

Politik uang di era digital bukan sekadar tantangan baru, tetapi juga panggilan bagi kita semua untuk lebih aktif dalam mengawasi pemilu. Regulasi komunikasi digital harus menjadi senjata yang lebih tajam dalam menangkal praktik curang ini. Namun, peran masyarakat juga tak kalah penting. Sebagai pemilih, kita harus lebih kritis, tidak tergiur dengan iming-iming sesaat, dan tetap menjaga integritas demokrasi agar tidak diperjualbelikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun