Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ternyata Aku Bukan Diplomat

16 Februari 2021   20:58 Diperbarui: 16 Februari 2021   22:41 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana kelas menjadi surprise dan lucu karena semua siswa belum menyadari dan tidak akan menyangka potensi apa yang ada pada dirinya masing-masing. Hampir dua jam, kalau tidak salah, waktu itu, aku dan teman-teman sekelas dapat menyelesaikan tugas tersebut.

Setelah selesai, semua dikumpulkan dan Pak Hardi akan menulis ulasannya dibalik masing-masing kertas gambar. Tetapi hanya dengan satu kata profesi pekerjaan untuk mewakili ulasan beliau.

Pak Hardi kemudian memanggil siswa satu per satu. Hingga tiba giliranku untuk maju ke depan. Aku memperhatikan kertas gambarku yang baru saja disodorkan oleh beliau. 'Diplomat'! Kata itu yang kubaca disebaliknya. Aku tertegun. Tidak percaya dengan apa yang telah beliau tulis. Diplomat, sebuah profesi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Aku tidak pandai bicara. Aku juga tidak pandai berdebat. Bingung juga waktu itu.

Kemudian teman-teman saling bertanya bahkan ada yang bertukar kertas gambar ingin melihat secara langsung apa yang telah dituliskan oleh guru kami. Aku pun bertukar kertas dengan teman sebangkuku. Namanya Ari. Sekarang tinggal di batam. Semoga dia membaca ceritaku ini. Seketika dia tertawa terbahak-bahak sambil memukuli punggungku karena tidak percaya kata diplomat ditujukan untukku. Aku lupa-lupa ingat apa yang telah diucapkan Ari waktu itu.

"Ra mungkin! Wong kowe ki antenge koyo ngono, ra wani ngomong nang ngarepe wong akeh mosok arep dadi diplomat?"

Terjemahannya begini, tidak mungkin! Kamu itu orangnya pendiam banget, tidak berani bicara di depan orang banyak, masak mau jadi diplomat?

"Yo, embuh ...!" jawabku sekenanya juga, he he ...

Aku pun terheran-heran dengan tulisan itu. Aku sungguh menyadari kemampuanku. Seandainya saja aku beneran jadi diplomat setelah itu ... mungkin saja Timor-Timur akan lepas duluan sebelum masa pemerintahan Bapak BJ Habibie, he he he ....

Tapi sungguh itu semua adalah sebuah harapan dan dorongan moril dari seorang guru untuk kemajuan dan masa depan siswa-siswanya. Tetapi hanya sang pemilik waktulah yang kelak akan menentukan semuanya.

Dan faktanya aku tidak menjadi seorang diplomat. Mungkin saja Pak Hardi kurang tepat dalam menganalisa warna-warna yang telah aku buat, aku juga tidak tahu. Tapi aku tidak akan menyalahkan beliau. Mungkin aku yang tidak percaya dengan potensi dasarku karena benar-benar bertolak belakang  dengan sifat dan karakterku. Sehingga aku tidak serius untuk mengembangkannya.

Sekarang aku mempunyai sedikit kecakapan dalam menggunakan pilihan kata yang tepat. Meski tidak untuk berdebat atau berdiplomasi layaknya seorang diplomat. Tetapi untuk membuat sebuah cerita panjang seperti ini, he he he ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun