Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bapak Itu Curhat tentang Kehidupan dan Rejekinya

20 Oktober 2018   09:11 Diperbarui: 20 Oktober 2018   10:18 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah banyak orang di dalam ruang ber-AC itu ketika Aku tiba di sana. Sebentar kemudian Aku menuju meja kecil untuk menulis nomor telepon dan kuserahkan ke loket pembayaran. Aku melempar pandangan ke sekeliling ruangan tetapi sudah tidak ada lagi tempat duduk bagiku di empat deret bangku panjang di sana.

Sejenak Aku berdiri menunggu antrian bersama mereka. Waktu terus merayap menuju pukul empat sore ketika salah seorang diantara mereka berdiri menuju loket pembayaran. Segera Aku menggantikan tempat duduknya. Seorang anak muda di samping kananku terlihat asyik dengan gadgednya. Sementara seorang bapak paruh baya di samping kiriku. Beliau sedikit menggeser posisi duduknya. Aku pun tersenyum dan menyapanya,"terimakasih, Pak."
Beliau menatapku dan tersenyum ramah.

Seperti telah lama mengenalku beliau membuka percakapan. Beliau mengeluh dan merasa kecewa terhadap istrinya. Sepertinya Aku harus menjadi pendengar yang baik untuk masalah ini. Biasanya sih anak muda yang curhat pada bapaknya. Tapi ini ... seseorang yang dalam penglihatanku telah kenyang makan asam garam kehidupan malah curhat padaku.

"Istri saya itu tidak mau tau susahnya suami mencari uang ... maunya instan."

Untungnya bukan curhat masalah ranjang. Kalau masalah uang sebenarnya setiap keluarga juga mengalami. Tinggal bagaimana kita bisa memanage dengan cara bersyukur dan nrimo ing pandum itu sudah cukup bagiku. Tapi tidak Aku ungkapkan pendapatku itu.

"Dia itu kemauannya banyak, Mas. Dan harus segera dituruti. 'Sak deg saknyet' cara Jawanya. Benar-benar tidak mau tahu susahnya suami cari uang."

Aku masih menjadi pendengar yang baik dan tetap tidak mengungkapkan pendapatku tadi.  Karena dari nada bicara dan bahasa tubuhnya sepertinya beliau tidak menginginkan masukan dariku. Malah sepertinya beliau ingin menyampaikan suatu maksud dibalik keluh kesahnya itu. Beliau menatapku sejenak entah karena merasa nyaman ada yang mendengarkan keluh kesahnya atau karena Aku masih memakai seragam kerja saat itu.

"Pulang kerja ya, Mas? Di mana?"

"Iya, Pak, kerja swasta ...."

"Ooo ... sebulan dapat berapa, Mas? Paling UMR to ...?"

Wadhuh ... Aku merasa tidak nyaman dangan pertanyaan ini, ada nada sinis ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun