Mohon tunggu...
Bobby Prabawa
Bobby Prabawa Mohon Tunggu... Editor - ghost writer, copywriter, dan editor

Saya seorang ayah full time, freelance ghost writer, copywriter, dan editor yang berdomisili di Bogor. Saya aktif dalam komunitas bloger Bogor, google local guide, calon pendonor kornea mata sebagai bagian dari hobi. . Saya beralamat di gemahalilintar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Kecil Pembawa Payung

1 Juni 2023   21:35 Diperbarui: 1 Juni 2023   21:36 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadis kecil pembawa payung ,sumber gambar : https://www.pexels.com/

Dengan payung di tangan dia lagi-lagi berjalan berlarian di tengah hujan pagi. Sepasang mata yang indah memandang langit mendung, berkatalah dia dalam hati: "Oh hujan turunlah deras, biar lebih banyak orang yang saya antar, biar lebih banyak uang saya peroleh..."

"Tante, biar aku antarkan tante sejenak ya...,"Dia berlari menghampiri seorang perempuan muda yang baru saja turun dari angkot, ia memberikan payung merah kepada tante itu agar badannya tak basah kuyup, sementara gadis kecil itu mengikutinya dari belakang.

Air hujan membasahi rambutnya yang indah, mengalir di wajahnya yang cantik, dan jatuh pada pakaiannya. "Tante, terima kasih."Dia mengambil imbalan setelah disirami air hujan, hatinya menyimpan sejumput kesenangan. "Om, biar saya antarkan ya." Dia berlari mendekati seorang laki-laki dewasa yang membawa tas kantor, dan payung merah itu sekali lagi berpindah tangan ke Om itu. Diam-diam gadis kecil itu mengikuti dari belakang, air hujan membasahi rambutnya yang indah, mengalir di wajahnya yang cantik, dan jatuh pada pakaiannya."Om, terima kasih..."Sekali lagi gadis kecil itu menerima imbalan, setelah diguyur air hujan, wajahnya memancarkan senyum yang mempesona.

"Nek, biar saya yang antarkan Nenek ya..." Gadis kecil itu berlari menghampiri seorang nenek beruban, dia baru saja menyeka air hujan di wajahnya. "Cu, kalau kamu kehujanan nanti masuk angin." Perempuan tua itu menuntunnya dengan satu tangan, tangan lainnya memegang payung merah itu sambil berkata lembut.

"Nek, mau ke mana sepagi ini?" Dia menatap perempuan tua yang baik hati itu dengan matanya yang bersinar benderang. "Menengok cucu perempuanku yang bandel, kemarin malam dia kena hujan, dan demam, hal itu betul-betul membuat nenek tua itu cemas..."Nenek tua itu mengomel, wajahnya menyiratkan gurat kekhawatiran.

"Cu, masuk ke rumah dulu, ganti baju basahmu dengan pakaian kering." Perempuan tua itu menuntun gadis kecil di sampingnya memasuki rumah kayu yang dikelilingi pagar hijau, dia berkata dengan rasa sayang . Kemudian gadis kecil itu memandang dengan wajah heran tapi sangat simpatik bercampur kaget dan rasa terima kasih. "Terima kasih Nek." Gadis kecil itu mengambil payung merah, kemudian bergegas berlarian ke tengah hujan.

Dia berpikir buat apa bertukar pakaian kering, nanti kehujanan dan basah kuyup lagi. "Cu, kok tidak menerima uang dari Nenek? "Dia mendengar seruan dari nenek yang risau. Gadis kecil itu menoleh dan tersenyum manis kepada nenek baik hati yang melambaikan tangannya. "Nek, mana mungkin saya menerima uang dari Nenek? Nenek seperti nenek saya yang sangat saya sayangi. "katanya ceria. Dia teringat neneknya sendiri, namun neneknya sudah lama berpulang.

"Dik, antarkan saya,"seorang gadis yang mengenakan seragam  putih,  dan rok abu-abu, tersenyum dan melambaikan tangan padanya. Payung kini berada di tangan anak SMA itu, dan gadis kecil itu diam-diam mengikutinya dari belakang. Matanya yang benderang kini tampak sayu, gadis kecil itu sedang berpikir apakah dia suatu hari nanti akan berpakaian seragam putih abu-abu untuk pergi ke sekolah?

Gadis kecil itu sangat mendambakan hari itu, meskipun dia baru berusia 12 tahun. Dia baru saja tamat dari sekolah dasar. Apakah dia bisa masuk sekolah menengah pertama, masih merupakan teka-teki. Kata ibunya, bila uang sekolah tidak cukup diperoleh, maka dia tak akan masuk SMP.

Gadis kecil itu sangat gelisah dan sedih. Sejak kecil dia sudah belajar mencari uang jajan. Di hari-hari tak ada hujan, dia membantu mencuci piring, mangkuk, dan mengepel warung tetangga. Di musim hujan, dia membawa payung merah milik ibunya untuk mendapatkan uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun