Apa yang Anda cari sebagai penulis? Jawaban atas pertanyaan itu bisa sangat beraneka warna. Demi uang, ketenaran, rekam jejak digital yang baik, dan sebagainya. Akan tetapi, nyatanya tidak semua penulis sekadar menyasar tujuan-tujuan "duniawi" tersebut.
Tentu saya tidak sedang merendahkan siapa pun yang menulis untuk dapat uang, keterkenalan, dan reputasi yang baik. Saya pun telah, pernah, dan atau akan juga mencari hal-hal itu seperti layaknya para penulis pada umumnya.
Perkenankanlah saya berbagi kisah mengenai pengalaman menulis yang membuat hati plong dan kantong tak bolong. Pengalaman sederhana saya ini semoga bermanfaat bagi siapa pun, terutama yang hendak terjun dalam dunia tulis-menulis di media massa dan blog (warga).
Honor dari majalah dan koran
Menginjak masa dewasa muda, saya mencoba peruntungan dengan menulis berita-berita reportase singkat untuk sebuah majalah kerohanian nasional.Â
Honor untuk satu naskah sebesar 50 ribu rupiah, yang saya terima via wesel pos. Datang ke kantor pos untuk mencairkan wesel rasanya bahagia sekali walaupun sebenarnya uangnya tidak seberapa. Ada kebanggaan karena uang itu hasil jerih lelah sendiri.
Saya pun menjajal peruntungan saya dengan menulis ulasan bahasa di Kompas cetak. Syukurlah, sejumlah kecil tulisan saya seputar masalah kebahasaan dimuat Kompas cetak beberapa tahun terakhir ini.Â
Apakah Anda ingin tahu berapa honor untuk sebuah artikel rubrik bahasa yang dimuat Kompas? Penasaran? Saya beri sedikit petunjuk. Dengan honor itu, Anda bisa membeli satu truk! Iya, satu truk kerupuk...
Hikmah dari tulisan yang dimuat di media massa
Rupa-rupanya, jika tulisan kita sudah pernah dimuat, redaktur akan lebih mudah memberikan lampu hijau untuk naskah-naskah kita selanjutnya. Paling tidak ini hasil pengamatan saya.Â
Karena itu, saya menyarankan pada para penulis pemula untuk terus mencoba. Jika naskah ditolak redaksi, pelajari mengapa ditolak dan upayakan untuk memperbaiki mutu tulisan berikutnya.Â