Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Anak Desa Juga Bisa, Kisahku Mengatasi Rasa Minder Kala Bersekolah di Kota

22 April 2021   11:50 Diperbarui: 23 April 2021   06:29 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah anak desa mengatasi rasa minder bersekolah di kota - Pexels.com

"Tidak apa-apa mencoba. Nanti latihan dulu sebelum tampil," kata ibu guruku. Aku mengiyakan tawaran untuk tampil.

Pada Hari H, aku gugup juga saat tampil di depan. Aku membaca dengan teks yang terlalu ke atas. Ketika selesai upacara, sebagian temanku berkomentar, "Lehmu moco kok ndangak, to?" (Kok tadi baca sambil melihat ke atas langit). Hehehe. 

Aku tidak marah. Aku anggap celetukan itu adalah candaan penyemangat agar lain kali tidak gugup lagi. 

Aku menyadari diriku anak dari desa yang harus berusaha keras agar tidak kalah dengan anak-anak kota. Karena tidak mau kalah itu, aku berusaha belajar dengan rajin.

Aku ingat, tempat belajar favoritku di sore hari adalah di atas pohon jambu air. Daun-daunnya yang rimbun melindungiku dari terik matahari. Aku bisa memanjat pohon sambil membawa satu atau dua buku :)

Pohon jambu air - Allentchang /Wikimedia Commons
Pohon jambu air - Allentchang /Wikimedia Commons
Kalau pohon itu sedang berbuah, sembari belajar aku bisa langsung menyambar jambu air nan manis.  Yang paling menjengkelkan adalah saat semut rangrang menggigitku. Duh, kok tahu ya kalau aku ini manis. Wkkk.

Berkat ketekunanku, di sekolah yang baru aku mendapat nilai yang bagus. Aku sendiri terkejut. Di sekolah lamaku, tadinya nilaiku biasa-biasa saja. Tak pernah masuk tiga besar. 

Mungkin inilah yang dinamakan ilmu kepepet itu. Ketika terdesak oleh keinginan untuk bisa menunjukkan bahwa anak (dari) desa juga bisa mengikuti pelajaran di kota, prestasiku meningkat. 

Masuk SMP tak terduga, tapi minder lagi

Hasil Ebtanasku di luar dugaanku sendiri. Aku masih ingat nilaiku saat itu. Nomor cantik identik: 44,44 untuk lima mata ujian pokok. Ibu wali kelasku tersenyum. "Kok bisa kamu dapat nilai kursi terbalik semua?"

Syukur kepada Tuhan, nilai empat kursi terbalik itu ternyata membuatku diterima di SMP terbaik di Jogja kala itu (sepertinya sekarang juga masih demikian).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun