Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Dua Risiko Bahasa Gaul Anak Jaksel, yang Kedua Bikin Ngakak

20 Januari 2021   11:15 Diperbarui: 20 Januari 2021   11:53 1621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Brett Jordan on Unsplash

Seorang dosen bahasa Indonesia yang mengajar di Eropa pernah berkisah. Mahasiswa dan mahasiswinya terkejut kala mengalami sendiri kehidupan sehari-hari di Indonesia. 

"Ternyata orang Indonesia suka berbahasa campuran. Kami kesulitan memahami bahasa percakapan sehari-hari orang Indonesia," demikian kira-kira kesan mereka.

Campur kode (code-mixing)

Sebenarnya bukan salah para mahasiwa Eropa. Bukan salah dosen. Bahasa Indonesia memang tak semudah yang dibayangkan orang. Bahasa nasional kita adalah bahasa nan kaya dan terus berkembang.

Yang lebih sulit lagi bagi penutur bahasa asing yang ingin mempelajari bahasa Indonesia adalah gejala campur kode yang sangat kuat dalam bahasa percakapan. Ini terjadi karena umumnya orang Indonesia menuturkan dua atau lebih bahasa. 

Anak-anak dan kaum muda Indonesia bahkan rata-rata mengetahui tiga (atau lebih) bahasa: bahasa Indonesia, bahasa daerah (dari ibu dan ayah), dan bahasa asing. 

Maraknya dan mudahnya komunikasi antarsuku saat ini semakin mempermudah terjadinya campur kode oleh penutur aneka bahasa. Dalam satu keluarga "hasil perkawinan antarsuku", bisa jadi ada lima bahasa yang dipergunakan atau dipahami oleh anggota keluarga. Campur kode semakin sering terjadi dalam lingkup semacam ini.

Apa itu campur kode?

Istilah campur kode ditakrifkan secara beragam dalam subbidang linguistik yang berbeda. Banyak studi morfologi atau sintaksis menggunakan istilah ini sebagai sinonim untuk alih kode yaitu penggunaan bergantian dua atau lebih bahasa yang berbeda dalam satu percakapan oleh penutur dwibahasa (Kachru 1978, Muysken 2000).

Studi dalam psikolinguistik sama-sama mendefinisikan pencampuran kode sebagai "transisi dari menggunakan unit linguistik (kata, frasa, klausa, dll.) dari satu bahasa ke penggunaan bahasa lain dalam satu kalimat" (Sridhar dan Sridhar 1980). Demikian tulis glottopedia.

Misalnya penutur bahasa Indonesia dan bahasa Jawa biasanya berkata, "Monggo, Pak. Dipun unjuk tehnya mumpung masih panas." Kata monggo adalah kata bahasa Jawa untuk silakan. Kata dipun unjuk adalah bentuk krama inggil (tataran tersopan) untuk diminum atau Anda minum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun