Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama FEATURED

Gairah Pemuda Berbahasa Indonesia: Kawan dan Rindu

28 Oktober 2020   06:36 Diperbarui: 28 Oktober 2021   07:12 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama para pemuda pencetus Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 di halaman depan Gedung IC, Jl. Kramat 106, Jakarta (Dok. Kompas)

Bahasa Inggris memang menjadi bahasa utama pergaulan internasional. Dunia ilmu pengetahuan modern menggunakan bahasa Inggris. Gawai yang kita miliki pun lazimnya disertai petunjuk pemakaian berbahasa Inggris.

Kata-kata semacam download, file, dan share melekat di otak kita karena memang nyatanya itu yang kita lihat di layar gawai kita. Bukan unduh, dokumen, atau berbagi.

Seandainya orang Indonesia mencipta lebih banyak karya unggulan dan menulis lebih banyak jurnal ilmiah berbahasa Indonesia daripada para penutur bahasa Inggris, tentu orang bule yang akan "kemindonesia".

Kedua, gejala bahasa SMS

Kehadiran layanan pesan singkat semakin memperumit penggunaan bahasa Indonesia yang "baik dan benar". Dosen kami yang telah wafat, seorang pastor kelahiran Belanda yang jadi WNI, pernah mengeluh soal ini.

"Saya pusing membaca jawaban ujian kalian. Ada banyak singkatan yang tidak saya mengerti. Kalian menulis jawaban ujian seperti menulis SMS di HP!"

Tidak masalah ketika dua orang bisa memahami singkatan dalam pesan singkat. Menjadi runyam ketika singkatan itu diartikan secara berlainan. Umpama, singkatan "kwn". Singkatan ini bisa merujuk pada "kawan". Namun juga bisa berarti "kawin". 

Sebuah pesan "Kita kwn saja" harus diartikan bagaimana? Kita (ber)kawan saja atau kita kawin saja? Alamak!

Ketiga, gejala rindu belajar bahasa

Dua gejala di awal bernada suram. Akan tetapi, tidak sangat suram sejatinya jika kita memperhatikan gejala ketiga: gejala rindu belajar bahasa di kalangan (mantan) pemuda.

Saya menyimak ulasan rekan penulis Kompasiana, Khrisna Pabichara dalam artikel "Ternyata Saya Masuk 'Top 5 Influencer' Bahasa Indonesia" (sila klik).                        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun