Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Salahkah Label "Bantuan Presiden RI"? Haruskah Diganti Jadi "Baper"?

3 Mei 2020   04:20 Diperbarui: 3 Mei 2020   07:49 2855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto istimewa via Tribunnews.com

Baru-baru ini tas berisi sembako yang dibagikan Kementerian Sosial menuai kontroversi. Salah satu penyebabnya adalah label 'Bantuan Presiden RI' pada tas itu. Salahkah label itu? Haruskah diganti jadi 'baper'? Mari kita ulik!

Politikus PDI-P, Arteria Dahlan mengatakan,"Kalau dilihat tulisannya dan dilihat logonya, itu sangat jelas kaitannya dengan Lembaga Kepresidenan, tidak Presiden Jokowi secara pribadi."

Lebih lanjut, Arteria mengatakan bahwa yang salah adalah saat bantuan itu diberi label 'Bantuan Keluarga Jokowi' atau saat label 'Bantuan Presiden' disematkan pada bantuan yang berasal dari pihak swasta dan dari luar negeri.

Sementara itu, politikus PAN, Saleh Partaonan Daulay, mempertanyakan, "Mengapa mesti harus ada tulisan bantuan dari presidennya? Bukankah itu memakai uang negara? Artinya, itu bukan bantuan personal, tetapi bantuan negara yang didanai dari dana APBN milik rakyat."

Salahkah Label 'Bantuan Presiden'?

Sejatinya, menurut tinjauan (sejarah) kebahasaan, label bantuan presiden sudah biasa disematkan pada sejumlah bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat pada rakyat.

Presiden Soeharto memberikan bantuan berupa sapi perah, pembangunan gedung sekolah, dan sebagainya. Penetapan pemberian bantuan pemerintah pusat ini dituangkan dalam Instruksi Presiden. Karena itu, kita mengenal sapi inpres, SD inpres, dan sebagainya.

tangyar buku Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi (2003) - dokpri
tangyar buku Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi (2003) - dokpri
Menariknya, penerima Nobel Ekonomi Ester Duflo pernah menjadikan keberhasilan proyek SD Inpres sebagai objek penelitiannya. 

Berkat melonjaknya penerimaan negara dari sektor migas , pemerintah pusat waktu itu mampu membangun 61,8 ribu sekolah di seluruh Indonesia. Adalah instruksi presiden No. 10/1973  yang menjadikan proyek ini lebih dikenal dengan sebutan proyek SD Inpres.

Sayangnya, Prof. Dr. Widjodjo Nitisastro (1927-2012) yang menggagas SD Inpres tidak pernah mendapatkan kusala Nobel. 

Zaman SBY Juga Ada 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun