Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Jilbab, Mantilla, Kerudung Suster, dan Aneka Variasinya

22 Juni 2019   09:19 Diperbarui: 20 April 2021   10:08 3035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto Instagram @apabedanya.com dan @riantic

Kini, mari kita simak varian kerudung yang populer di kalangan umat kristiani, terutama Katolik (agama yang saya anut) meski tidak berarti kerudung-kerudung berikut ini selalu mengungkapkan aspek religius sejak awal-mula keberadaannya.

1. Mantilla

Mantilla menurut pemahaman umum adalah istilah yang berarti ‘sebuah kain ringan atau syal sutra yang dipakai menutupi kepala dan bahu, oleh para wanita di Spanyol dan Amerika Latin.’ Maka nampaknya mantilla tidak terkait langsung dengan iman Katolik. 

historyplex.com via buzzle.com
historyplex.com via buzzle.com
Tradisi pemakaian mantilla pernah hidup dalam Gereja Katolik, terutama sebelum pembaharuan Konsili Vatikan II (1962-1965). Namun, seiring perkembangan zaman dan dalam semangat pembaruan Gereja, pemakaian mantilla tak lagi menjadi kewajiban.

Memang ada kutipan ayat Alkitab dari surat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang berbicara mengenai tudung kepala yang harus dikenakan wanita yang bernubuat dan berdoa. Alasan utama penggunaan mantilla bagi perempuan pada zaman dahulu didasarkan pada Kitab Rasul Paulus dalam 1 Korintus 11:2-16.

Berdasar nas ini, Kitab Hukum Kanonik (KHK) tahun 1917 kan. 1262, 2 mengatakan bahwa pria dalam ibadah tidak perlu memakai tutup kepala, kecuali keadaan- keadaan khusus yang menentukan sebaliknya, dan perempuan harus mengenakan tutup kepala dan berpakaian sopan, terutama ketika mereka mendekati altar Tuhan. 

Ketika KHK tahun 1983 diresmikan, kanon ini tidak dinyatakan kembali. Kanon 6, 1 (KHK 1983) menyatakan bahwa jika suatu kanon tidak dimasukkan dalam KHK yang baru ini, artinya sudah tidak diberlakukan lagi.

Dengan demikian, kewajiban kanonik bagi para wanita untuk memakai tutup kepala tidak lagi diharuskan setelah munculnya KHK tahun 1983.

Menurut Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Agung Jakarta Romo Hieronimus Sridanto Aribowo Nataantaka, Gereja setelah Konsili Vatikan II tak pernah melarang pemakaian mantilla, tapi juga tidak mewajibkannya. Artinya pemakaian mantilla kini diserahkan pada umat Katolik, boleh memakai, boleh juga tidak saat beribadah dan atau berdoa di gereja.

Umat yang menggunakan mantilla saat upacara liturgi atau doa pribadi tidak salah. Itu merupakan penghayatan iman secara pribadi. Gereja Katolik tak melarang. 

Namun, yang paling penting, bagi umat yang memakai mantilla mesti bisa mempertanggungjawabkan iman yang ia hayati. Mungkin dengan memakai mantilla, umat tersebut dapat semakin menghayati imannya. Ini boleh-boleh saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun