Ini cerpen dan puisi asal tulis saya yang paling tinggi jumlah tayangannya (rekor pribadi): Suster Maria, Mulut Itu Kebun Binatang
Selain itu, amat jarang penulis fiksi meraih K-Rewards dalam jumlah yang signifikan. Sebagian penulis fiksi yang mengunggah karya tiap hari pun belum berhasil menempati papan atas klasemen K-Rewards.
Sepanjang pengamatan amatiran saya, K-Rewards memang dikuasai penulis artikel politik. Bukan berarti saya membenci artikel politik. Saya sendiri juga menulis beberapa artikel politik.Â
Fiksi itu Bukan Kitab Suci, namun "Suci"
Menyitir dan merombak total ungkapan menghebohkan seorang pengelana akademis (atau akademis pengelana, entahlah...), fiksi itu bukan kitab suci. Fiksi adalah imajinasi. Kadang liar. Kadang binal. Kadang nakal.Â
Tapi juga, fiksi sering melukiskan fakta nyata dalam balutan kata-kata. Fiksi sering membawa pesan positif yang kadang tak akan lolos sensor bila dituliskan dalam bentuk reportase berita.
Fiksi membela manusia yang tertindas. Fiksi membebaskan orang-orang yang terbelenggu oleh tirani penindas. Fiksi itu "suci".
Fiksi dan Apresiasi Kompasiana
Apa ujung dari celoteh saya ini? Saya juga tidak tahu. Yang pasti, saya pertama-tama mengapresiasi Kompasiana yang memberi ruang bagi penulis dan penikmat fiksi.
Di akhir pekan, lazimnya Kompasiana mencanangkan fiksi sebagai santapan utama. Karya-karya fiksi yang sepanjang hari-hari awal minggu "ditindas" tirani artikel politik (yang -maaf-kadang bombastis dan minim makna bagi pembaca), pada akhir pekan bisa sedikit bernafas lega. Dipilih cerpen dan puisi sebagai artikel utama, biasanya, selama akhir pekan.
Sebagai penulis amatiran di bidang fiksi dan penikmat fiksi, saya berharap ada perhatian lebih Kompasiana pada penulis dan artikel fiksi.