Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan, Pak Wahab dan Puasa Beliau di Sekolah Calon Pastor

6 Mei 2019   08:46 Diperbarui: 6 Mei 2019   08:50 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
keceriaan kelas Pak Wahab-nikolausharbowo.wordpress.com

Tiap bulan Ramadan, entah bagaimana, mekar kembali kenangan saya akan almarhum Pak Wahab Cahyono. Beliau adalah guru geografi kami di sebuah seminari di Magelang.

Bagi yang baru dengar kata seminari, seminari itu sekolah pendidikan calon pastor Katolik. Siswanya dipastikan ganteng karena memang semuanya cowok^_^.

Sistem pendidikan seminari adalah pembinaan berasrama. Mirip pondok pesantren dengan sekolah terintegrasi di dalamnya.

Pak Wahab, Guru Muslim di Sekolah Calon Pastor

Pak Wahab adalah guru istimewa. Ada dua sebab.

Pertama, beliau adalah satu dari sedikit guru beragama Islam yang mengajar kami di sekolah calon pastor (seminari) bertingkat SMU. Selain beliau, seingat saya waktu itu ada guru olah raga yang juga seorang muslim. 

Kedua, beliau amat dekat dengan para siswa. Beliau punya cara unik untuk membangunkan siswa yang tidur. Ya, hawa seminari kami memang bikin ngantuk. Angin semilir nan sejuk ditambah suara guru-guru yang merdu bikin kami mudah menunduk-nunduk. 

Kalau ada yang ngantuk, Pak Wahab tetiba bertanya dengan suara lantang, "Hayo, siapa yang ngantuk? Tunjuk jari, nanti saya beri permen!"

Wah, kalau sudah ada tawaran menarik ini, siswa yang mengantuk dengan jujur tunjuk jari. "Saya ngantuk, Pak!"

Lantas, Pak Wahab melempar permen ke arah siswa yang jujur mengaku diri ngantuk. Asyik lho, kalau ngantuk malah diberi permen!

Puasa Pak Wahab

Di sekolah kami, para guru menikmati kudapan di ruang guru. Biasanya disediakan teh dan penganan ringan. Nah, di bulan Ramadan, bagaimana almarhum Pak Wahab menjalankan puasa di tengah rekan-rekan guru mayoritas kristiani?

Jika datang ke ruang guru, kemungkinan beliau akan melihat kudapan yang disajikan untuk guru-guru lain (yang bukan muslim). Seandainya beliau hadir di ruang guru, kemungkinan besar guru-guru lain merasa tidak nyaman menikmati penganan di hadapan beliau yang sedang berpuasa.

Nah, daripada situasi tak nyaman itu terjadi, Pak Wahab memilih untuk melewatkan waktu istirahat di perpustakaan.

Entah bagaimana saya harus melukiskan tindakan mulia beliau. Menurut saya, sikap beliau itu sungguh menarik.

Beliau tak menuntut orang lain untuk tidak makan-minum di hadapan beliau. Beliau justru yang sadar menghindari melihat rekan-rekan beliau makan.

Tidak ada yang mengharuskan beliau untuk pergi ke perpustakaan alih-alih ruang guru. Semua berangkat dari niat beliau yang teguh dan mulia untuk berpuasa tanpa menyulitkan sesama guru yang tidak berpuasa karena memang bukan penganut agama Islam.

Wawancara Berkesan dengan Pak Wahab

Saya beruntung diutus redaksi majalah sekolah untuk mewawancarai Pak Wahab di rumah beliau. Saya waktu itu datang bersama seorang rekan.

Kami disambut ramah oleh istri beliau. Sang istri yang mengenakan jilbab mempersilakan kami duduk. Tak lama, Pak Wahab menyambut kami, berpakaian sederhana.

Salah satu pertanyaan kami adalah "Mengapa Pak Wahab mau mengajar di sekolah calon pastor, padahal Pak Wahab seorang muslim?"

Waktu itu dengan segala keramahan dan kejujuran, beliau menjawab, "Bagi saya mengajar itu ibadah, tak peduli mengajar di mana."

Suatu jawaban yang menyentuh hati saya. Saya bayangkan, pertanyaan kami di atas mungkin sering ditanyakan tetangga yang tahu Pak Wahab mengajar di seminari.

Saya bayangkan, mungkin Pak Wahab tidak nyaman mendengar pertanyaan itu, lebih-lebih bila ditanyakan dengan maksud yang cenderung menghakimi.

Akan tetapi, rupanya Pak Wahab memiliki wawasan yang amat terbuka. Ia sendiri meyakini, mengajar adalah ibadah.

Dan sungguh, saya yang diajar almarhum Pak Wahab belajar banyak dari beliau. Bukan hanya geografi, tapi lebih-lebih tentang arti menjadi sesama manusia bagi yang lain. Mencintai tanpa membeda-bedakan siapa yang dicintai. Berbagi ilmu tanpa memandang perbedaan. 

Saya dan rekan-rekan yang pernah jadi murid Pak Wahab amat bersedih ketika mendengar kabar bahwa Pak Wahab berpulang tahun 2014 lalu. 

Terima kasih, Pak Wahab. Semoga amal ibadah Bapak diterima Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. 

Harapan saya amat sederhana, yakni agar Anda sekalian, saudara-saudariku beragama Islam, dapat memasuki dan menghayati olah kesalehan di bulan Ramadan dengan hati penuh keiklasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun