Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Patung Duyung Ancol Berkemben, Ironi Negeri "Berflower"?

29 Maret 2019   09:14 Diperbarui: 29 Maret 2019   17:47 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dua putri duyung berkemben-AFP

Membaca berita BBC.com (27/3/2019), hati saya sangat kacau. Mengapa? Dari sekian banyak berita baik tentang Indonesia, tak satu pun jadi topik utama BBC.

Yang dibahas koran negeri Ratu Elizabeth itu justru sebuah patung duyung di Ancol yang baru-baru ini diberi kemben.

Apakah Arti Sebuah Kemben?

BBC sepertinya asyik membahas kemben alih-alih suhu politik Indonesia jelang Pilpres kita April nanti.

Ya, kemben. Bukan salah BBC, sih. BBC "hanya" memotret keputusan pengelola Ancol Dreamland yang memutuskan untuk menyelubungi bagian dada dua patung putri duyung dengan kain kuning.

Padahal, dua patung duyung itu sudah 15 tahun tanpa kemben. Dan sepertinya mereka baik-baik saja, tak pernah jadi kontroversi.

Lalu, apa arti sebuah kemben yang tetiba terpaksa mereka kenakan belum lama ini?

Menjadikan Ancol Ramah Keluarga

Juru bicara pengelola Ancol Dreamland, Rika Lestari mengatakan, keputusan memakaikan kemben ini murni keputusan manajemen, tanpa ada tekanan dari pihak luar. 

"Kami sedang mengubah Ancol Dreamland sebagai taman bermain yang ramah keluarga," jawabnya.

Akan tetapi, tak semua pengunjung sependapat. 

"Patung itu tidak mengganggu kami," kata Nanda Julinda, seorang ibu yang datang besama anak-anaknya. "Malah aneh melihat hasil seni diberi selubung seperti itu," lanjutnya.

"Patung-patung itu ditempatkan dekat pantai. Kan memang patung putri duyung, jadi ya nggak pakai kain seperti itu," kata M. Taufik, seorang pengunjung lain.

Keberatan Perupa

Perupa yang membuat patung duyung itu, Dolorosa Sinaga, mengatakan, Ancol Dreamland telah membuat warga kehilangan akses untuk melihat keindahan produk kesenian. "Apa yang mereka lakukan adalah menutup akses warga untuk menikmati seni," kata Dolorosa.

Selama Ini Tak Ramah Keluarga?

Dalam telaah saya, "ramah keluarga" saya artikan "ramah anak-anak". 

Pertanyaan kritisnya adalah, apakah patung putri duyung tak berkemben itu selama ini tidak ramah anak-anak?

Sudah bertahun-tahun patung itu ada, dan sepertinya tidak ada keluhan pengunjung bahwa patung itu tidak "ramah anak-anak".

Kalau yang dimaksud adalah tidak sopan karena patung telanjang, bukankah anak-anak memang belum matang secara seksual sehingga tidak mungkin terdorong berbuat seksual karena melihat patung putri duyung?

Ataukah logika orang dewasa yang dipaksakan sehingga patung putri duyung pun diberi selubung? Pertanyaan berikutnya, orang dewasa mana yang berlogika bahwa patung putri duyung itu tidak pantas dibiarkan tanpa selubung?

Hemat saya, pengelola hendaknya menyadari, menjadikan Ancol ramah keluarga lebih kompleks dari sekadar menyelubungi patung putri duyung.

Ramah anak-anak dapat diwujudkan, antara lain (hanya sekadar contoh, saya kurang paham apa Ancol Dreamland sudah dilengkapi hal-hal ini):

- menyediakan toilet khusus anak

- menyediakan ruang (menyusui) untuk ibu dan bayi

- menyediakan papan petunjuk yang sederhana sesuai bahasa anak

- melatih petugas agar peka pada psikologi anak

- menyelenggarakan lebih banyak acara edukasi dan hiburan anak

Seni atau Pornografi?

Kasus patung putri duyung ini sejatinya mengingatkan kita pada debat tentang batas antara pornografi dan seni.

Kapan suatu seni sudah masuk kategori pornografi?

Jujur, sangat subyektif jawabannya.

Jawaban kita di Indonesia yang masyarakatnya sangat agamis ini cenderung sebagian (besar) tergantung pada penafsiran pribadi akan norma agama yang kita anut. Saya menduga, pengelola Ancol Dreamland juga sadar atau tidak sadar dipengaruhi oleh norma agama-agama dalam mengambil keputusan.

Dalam kalangan umat satu agama pun, jawaban bisa sangat berbeda, dari yang moderat sampai yang fundamentalis. Mohon dipahami, fundamentalis bukan selalu harus dipandang negatif. Niat penafsir fundamentalis sebenarnya juga baik, yakni setia sesetia mungkin dengan keyakinan agama yang ia pahami.

Hidup dalam Keberagaman di Indonesia

Sejujurnya, setiap penganut agama memang harus fundamentalis. Harus setia sekuat mungkin pada keyakinannya. Akan tetapi, jangan lupa bahwa kita hidup bersama penganut agama-agama lain di Indonesia, negeri berflower ini.

Beberapa pemuka agama berpendapat, orang harus fanatik ke dalam sekaligus ramah dalam pergaulan di tengah keberagaman.

Fanatik boleh. Tapi, fanatik ke dalam. Artinya, menghayati sampai ke lubuk hati dan budi. 

Tak perlu memaksa orang lain meyakini apa yang ia yakini.

Bukankah Tuhan sendiri tak memaksa orang untuk jadi pengikut-Nya? Seandainya demikian, tentu seisi dunia ini telah Ia buat percaya pada satu agama saja. Jika demikian, tentu saat ini tak ada kaum ateis. Nyatanya, masih ada kaum ateis. 

Iman adalah jawaban personal terhadap pewahyuan Tuhan, demikian pemahaman saya. Ada unsur kebebasan manusia dalam menjawab pewahyuan Tuhan.

Tahu Kontroversi Karmawibhangga Borobudur?

Agama-agama dan aneka aliran kepercayaan tumbuh subur di Nusantara sejak dulu kala.

Jangan lupa, leluhur bangsa kita bukan orang Kristen, Katolik, atau Islam. 

Menurut Wikipedia, agama Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad ke-2 dan abad ke-4 Masehi ketika pedagang dari India datang ke Sumatra, Jawa dan Sulawesi.

Borobudur adalah peninggalan wangsa Syailendra yang Budha. 

Karmawibhangga, lantai terbawah candi ini ditutup. Mengapa? 

Ada sejumlah hipotesis. 

Pertama, ditutup (entah oleh siapa) karena ada konten-konten berbau pornografi di panel relief. 

Kedua, selain adegan seks, ada rupa kekerasan yang dianggap terlalu vulgar. Padahal, relief itu menggambarkan kisah suci, yang tujuannya bukan menonjolkan pornografi, tapi justru mengajarkan pengendalian diri. 

Tribun Jogja/Setya Krisna
Tribun Jogja/Setya Krisna

Saat ini, Karmawibhangga masih bisa dinikmati pengunjung. Ia terletak di di pojok tenggara dari pintu masuk utama sesudah Taman Lumbini.

Sekadar informasi, dalam Alkitab Katolik pun, ada kisah-kisah berunsur seksual. Kisah-kisah itu memang kisah dosa manusia. Tujuannya bukan mengajak berdosa, tapi justru sebaliknya. Karena itu kisah-kisah itu tidak dihapus ketika terjadi proses kanonisasi (pengumpulan kitab-kitab) Alkitab.

Tak Mudah Hidup di Negara Bhinneka

Nah, rupanya memang tak mudah hidup bersama di Indonesia yang bhinneka. Peninggalan bangunan suci agama tertentu dianggap sebagian kalangan tak sesuai dengan ajaran agama-agama lain yang datang sesudahnya.

Masalahnya, apa hak kita melarang peninggalan suatu agama hanya karena peninggalan itu berunsur ketelanjangan?

Sama halnya, apa hak kita menyelubungi patung putri duyung karena merasa, patung itu tak selaras dengan norma kesantunan dalam agama-agama tertentu?

Saya pribadi berpendapat, patung putri duyung itu masih dalam batas kewajaran sebuah karya seni. 

Di istana Bogor, ada pula patung-patung telanjang. Menariknya, dalam sejumlah kunjungan kenegaraan, patung-patung itu pun juga diselubungi dengan kain atau tanaman. Dalam hal ini, pengelola Ancol Dreamland mendapat angin segar: istana saja menyelubungi patung, masak kami nggak boleh. Iya sih, tapi jangan lupa, setelah tamu tertentu pulang, selubung patung itu dibuka lagi oleh istana...hehehe.

Yudhistira Amran Saleh/kumparan.com
Yudhistira Amran Saleh/kumparan.com

Di galeri seni, ada pula lukisan-lukisan telanjang dada. Haruskah juga menyelubungi patung dan lukisan-lukisan itu?

Kontroversi patung tak hanya di Indonesia

Saya dan Anda boleh bernafas lega. Kontroversi selubung patung tak hanya terjadi di negara berflower Indonesia tercinta.

- Italia pernah dihujani kritik karena menyelubungi patung-patung telanjang saat Presiden Hassan Rouhani dari Iran berkunjung ke sebuah museumnya. 

- Negara bagian Orissa di India pernah memenjarakan seseorang yang mengunggah cuitan di Twitter tentang patung telanjang di candi.

Fakta-fakta ini membuktikan, seni dan pornografi tak selalu hitam-putih bedanya.

Dalam hal ini, kita bisa memaklumi juga, mengapa pengelola Ancol Dreamland menyelubungi patung putri duyung. Mungkin mereka menilai, patung yang sudah bertahun-tahun dipasang itu tiba-tiba menjadi patung porno yang harus diselubungi...

Sumber: 

bbc.com
tribunnews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun