Mohon tunggu...
Bob Bimantara Leander
Bob Bimantara Leander Mohon Tunggu... Jurnalis - Kalau gak di radar ya di sini

Suka menulis yang aku suka

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Uang dan Pendidikan, Sumber Kebahagiaan "Privilege" Seseorang

10 Januari 2019   21:01 Diperbarui: 12 Januari 2019   18:57 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebut saja Bu Rodiah, seorang wali murid, dia sangat sayang dengan anaknya. Ia memberikan semua yang ia punya untuk pendidikan anaknya. Aku juga mengetahui betapa ia sangat keras dengan anaknya dalam hal pendidikan. 

Faktanya, si anak memang sangat pintar di sekolah. Dia selalu mendapat "A" dalam setiap pelajaran. Namun, fakta lain yang mengejutkan, si anak selalu terlihat murung di sekolahan dan seperti jarang bicara kepada teman lainnya. Kalau aku bandingkan dengan si Budi yang mendapat nilai ala kadarnya, senyumnya sangat jauh melampui anak Bu Rodiah. 

Ibarat klub, senyumnya Budi adalah Real Madrid dan Si anak pintar itu adalah Hospitalet,  klub liga 2 Spanyol. Begitu pula, dalam kehidupan sosialnya, Budi mempunyai empati yang sangat tinggi terhadap teman lainnya. Berbeda dengan si Pintar, yang jarang sekali menolong temannya yang sedang kekusahan.

Ini bukanlah murni kesalahan Si anak pintar. Dia hanya tidak tau bagaimana untuk berempati karena di kehidupannya yang hanya ia tahu hanyalah bagaimana mendapat matematika 100 atau sejarah dengan nilai sempurna.

Hal yang mengerikan ialah, bu Rodiah, tak pernah terlihat bangga akan nilai akhlak yang si Pintar dapatkan. Bahkan cenderung mengabaikannya, Bu Rodiah selalu melihat matematika dan kimia apakah baik-baik saja? Maksudanya apakah mendapat "A"? Dia bahkan tak ambil pusing ketika wali kelas si Pintar memberi B dalam kolom sikap di kelas.

Waw, itu mungkin hampir sama dengan sebagian dari kita alami waktu SD dulu. Orang tua kita tak terlalu bangga dengan nilai akhlak yang kita dapatkan. Tapi, sangat marah besar atau uang jajan seminggu akan mereka simpan di dompet mereka ketika melihat angka "C" di matematika.

Terus apa implikasinya bagi kehidupan Si anak jika dewasa? Ya bisa dilihat hasilnya pada masa kini. Banyak, orang yang berlomba mendapatkan harta dan tahta tanpa memperhatikan sekitar, yaitu orang lain yang menderita akibat ambisinya dan ekosistem yang semakin rusak.

Menarik untuk menarik suatu analogi orang tua yang berfikir bahwa uang akan membahagiakan anaknya ini dengan waktu dunia mengalami revolusi industri. Sebelum adanya revolusi industri, masyarakat dunia masih bertani dan mengambil ekosistem yang ada dengan wajar. Ada perbudakan di sana, seperti budak afrika yang dikirim di seluruh dunia. 

Lalu tibalah, revolusi Industri dengan segala tujuan baiknya, dan Adam Smith bapak ekonomi dengan segala kebaikan moralnya di buku Wealth of Nationnya. Para revolutioner ini berfikir kebahagiaan akan di dapat oleh mereka dengan kapitalisme dan industri di mana-mana. 

Memang benar, perbudakan lama-lama dihapuskan. Namun, timbulah perbudakan baru, dengan bayaran yang sedikit. Tapi ini tidak hanya di alami oleh orang Afrika, namun juga oleh berbagai masyarakat di Inggris dan sebagian dunia lainnya. Kolonialisme tumbuh akibat Industri yang membutuhkan begitu banyak SDA, agar menimbulkan keuntungan sebanyak-banyaknya.  Mesin-mesin dan keserakahan manusia yang membabi buta merusak ekosistem dengan ampas industri.

Jadi pertanyaannya, apakah dengan tujuan para revolustioner tersebut menimbulkan kebahagiaan bagi dunia? Apakah para orang tuga juga menimbulkan kebahagiaan bagi anak-anaknya? Kalau tidak, apalah arti bertumbuh dan berkembang dan berevolusi jika jiwa yang ada di dalam dan kebahagiaan tak terpenuhi? Hanya merusakkah? Atau apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun