Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pelajaran dari Kebijakan Hijau Jerman bagi Indonesia

14 Mei 2016   23:45 Diperbarui: 16 Mei 2016   20:58 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebijakan Energiewende atau transisi energi ke terbarukan mulai di pertanyakan manfaatnya bagi warga Jerman

Tulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan Menteri Bapennas kepada peserta  FGD tentang Pemanfaatan Tenaga Nuklir pada tanggal 13 Mei 2016. Beliau menanyakan kepada peserta rapat, bila mendukung PLTN maka harus ada  yang dapat menjawab mengapa Jerman mengurangi penggunaan PLTN. Saat itu tidak ada yang angkat tangan kecuali saya dan Markus Wauran, seorang aktifis Nuklir dan mantan anggota DPR/MPR pada Orde Baru.

Saya menjawab bahwa alasannya adalah politik demikian juga Markus Wauran menjawab hal yang sama. Tetapi karena waktu yang tidak mencukupi tidak dapat di jelaskan secara panjang. Itulah sebabnya saya mencoba menulis tulisan ini.

Tentunya saya berharap ada pembaca yang dengan baik hati dapat mengirimkan link tulisan ini kepada Menteri Bapennas sehingga mendapatkan gambaran yang lebih lengkap. – tentunya saya lebih berharap dapat melakukan diskusi dengan kementrian ESDM tentang Jerman dan Perancis.

Makna pertanyaan tentang “Jerman”

Saya yakin pertanyaan “Jerman” ini muncul karena Kementrian ESDM selalu menjadikan Jerman sebagai tolak ukur dan contoh dalam pengelolaan EBT untuk mencapai penurunan emisi CO2.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut saya mencoba memaknai nalar dibalik pertanyaan “Jerman” tersebut. Kira-kira begini.

  • Indonesia setuju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca bagian dari komitmen Indonesia tentang perubahan iklim yang sejak jaman SBY telah menjadi Perpres dan di perkuat oleh Presiden Jokowi pada COP21 Paris.
  • Untuk itu Indonesia perlu menurunkan penggunaan Fossil dan menggantikan dengan energi baru terbarukan, yang terdiri dari Nuklir dan Non-nuklir.
  • Tetapi melihat kejadian Fukushima, yang mempelihatkan ternyata PLTN tidak aman maka sebaiknya Indonesia menghindari memakai Nuklir. Lihat saja contoh Jerman yang mulai mengurangi PLTN bahkan akan menutup seluruh PLTN paling lama 2022 atau Juga Jepang yang juga sekarang menutup PLTN nya karena tidak aman.
  • Bahkan pembangunan PLTN di dunia sekarang menurun sejak Fukushima

Jadi jelas pertanyaan di balik pertanyaan “Jerman” tersebut adalah  :

  • Apakah PLTN aman ? dan
  • Apakah benar emisi CO2 Jerman berkurang setelah penutupan PLTN dan peningkatan renewable (EBT non-nuklir) ?  

Bila saya dapat bertanya balik kepada ESDM maka saya akan bertanya, “Mengapa Perancis tidak  mengurangi penggunaan Nuklir bahkan meningkatkan pembangunan PLTN ?”  -- seharusnya itu pertanyaan yang cukup fair  di pertanyakan bila Pemerintah menjadikan Jerman tolak ukur.

Saat ini 80% Listrik Perancis berasal dari PLTN dan EBT hanya   hanya 1,3% bandingkan EBT jerman yang 26%. Jelas Perancis sebuah negara yang sama besar, dengan GDP per Kapita hampir sama dengan Jerman tetapi tidak mengikuti jejak langkah Jerman.

Mengapa Jerman vs Mengapa Perancis, Kami akan mencoba membahas kasus kedua negara ini dalam tulisan ini. 

Latar belakang pergerakan Green Movement di Jerman

Sebenarnya gerakan Green Movement berawal dari Gerakan anti-nuklir di jerman yang bukan tentang perubahan iklim ataupun cinta lingkungan. Gerakan ini sudah ada sejak tahun 1960an yang embrionya adalah gerakan anti Amerika, Karena saat itu Nuklir identik dengan Bom dan Amerika dan saat itu sekelompok masyarakat Jerman  masih belum hilang dari ingatan mereka bagaimana dampak kehancuran perang dunia ke II, apalagi kemudian pada awal tahun 60 - 70an di lanjutkan dengan perang dingin antara Soviet – Amerika yang ujungnya adalah perlombaan senjata atom. 

Saat itu televisi sering menayangkan footage peledakan senjata atom adalah upaya dari masing-masihg pihak, NATO dan Soviet untuk memperlihatkan kekuatan bom atomnya yang lebih dahsyat dari sebelumnya sehingga memiliki efek deterent tapi semua itu ternyata berdampak kepada psikologis masyarakat dunia, bukan saja masyarakat dunia tetapi juga ilmuwan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun