Mohon tunggu...
Bagas Mulyanto
Bagas Mulyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Book Author and Book Translator

I am a graduate of Islamic Law with a focus on the study of State Law and Islamic political studies, I am also a writer of literary books with the theme of social reaslis and a book translator. I am very motivated to develop skills professionally. I am confident in my ability to generate compelling ideas for memorable marketing campaign strategies and tactics.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Persepsi Dasar Pemilukada dan Kepatenan Netralitas ASN

2 September 2020   13:43 Diperbarui: 2 September 2020   13:37 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Balipuspanews.com)

Jelang masuk moment Pilkada 2020, bertaburan kasus-kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di tengah-tengah masyarakat. Seperti musim roda waktu, bergantinya iklim politik di berbagaimacam daerah berganti pula musim-musim pencarian muka orang-orang yang ingin akreditasi jabatan dari setiap sektor. 

Sehingga banyak ditemui dipinggir-pinggir jalan kampanye, jelas atau tidak, ketidak netralan Aparatur sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil. Seperti halnya pelanggaran ASN dengan memberikan dukungan di media sosial (medsos) atau media massa, selain itu ada juga ASN yang melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik, bahkan turut menyosialisasikan bakal calon melalui APK (alat peraga kampanye) dan mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah satu calon.

Memang secara normatif hakikatnya sistem demokratisasi sosial politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah dilindungi oleh konstitusi UUD 1945 Pasal 22 E (1) (2) dan Pasal 18, mengenai Pilkada (Pemilu) yang merupakan sarana kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan kepala daerahnya sendiri secara otonom dan mandiri, sehingga terbuka secara luas ruang publik (Public Sphere) sebagai media partisipasi publik untuk menyalurkan berbagai macam pendapat, harapan-harapan, ide, gagasan dan bentuk pikiran yang dari rakyat sebagai wahana untuk mengembangkan demokrasi yang lebih terbuka.

Namun perlu di pahami juga bahwa partisipasi public dan kebebasan masyarakat dalam menentukan Kepala Daerah itu tidak berlaku secara totalitas atau keseluruhan dengan secara terbuka terlibat langsung dari proses dan cara penyaluran  hak suara yang dimilikinya.

Ada banyak aturan dan norma-norma hukum yang membedakan suatu perlakuan atas status atau jabatan yang disandang seseorang, dalam hal ini seperti PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seharusnya mampu mengendalikan, membimbing dan mengarahkan seluruh dimensi kehidupan bermasyarakat termasuk dapat tanggap terhadap perkembangan yang terjadi pada semua aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik.

Agar dapat mewujudkannya, maka diperlukan ASN yang profesional, mandiri dan tidak terlibat dalam kekuatan sosial politik manapun, maksudnya secara jelas kenetralannya, dan tidak menggunakan wewenang jabatan atau pengaruh untuk tendensi keberpihakan kepada salah satu calon atau bakal calon Kepala Daerah dalam konteks Pilkada atau Pemilu.

Sebab netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan hal yang perlu dijaga dan diawasi, hal ini bertujuan agar event Pemilu atau pemilihan dapat berjalan secara jujur (fairplay) dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi kuasa yang dilindungi oleh birokrasi pemerintahan. Dalam soal ini telah tertulis di dalam Pasal 71 UU No. 1 Tahun 2015 yang berbunyi:

"Pejabat Negara, Pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang Membuat Keputusan dan/atau Tindakan yang Menguntungkan atau Merugikan Salah Satu Calon selama masa Kampanye".

Sehingga pada pasal ini jelas ASN termasuk subjek hukum dan maknanya segala tindakan ASN baik berupa policy (kebijakan/keputusan) maupun tindakan kongkrit (materiele daad) yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye merupakan delik pelanggaran Pemilu.

Sedangkan mengenai pendataan NIK atau pemberian NIK dan data pribadi lain, hal itu berkaitan dengan kesadaran dan kesediaan orang yg bersangkutan. Sebab hal ini menjadi kebebasan masyarakat dalam memilih dan berdemokrasi karena semua itu dilindungi oleh negara. Dan ASN tidak bisa menghalang-halangi setiap warga yang ingin mengumpulkan NIK atau mendata NIK warga lain.

Sebab dalam tafsir muqoddimah kemerdekaan telah jelas dinyatakan bahwa  semua yang berkaitan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi itu hak semua warga negara, baik itu melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi atau yang lainnya dengan ketentuan semuanya bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan masyarakat serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun