Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Transformasi Digital dan Tren Perubahan

1 Maret 2021   15:15 Diperbarui: 1 Maret 2021   15:28 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses digitalisasi terjadi diawali dengan kemajuan teknologi dalam bentuk komputer sejak tahun 1980-an, dan internet sejak tahun 1990-an, yang kemudian berkembang sangat cepat pada tahun 2000-an (van Dijk, 2013). 

Pengguna komputer dan internet terus meningkat dari waktu ke waktu. Erkut (2020) bahkan menyebutkan data fantastis pada level global di mana pada 2019 setidaknya terdapat 4,39 milyar pengguna internet di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut sedikitnya 3,48 milyar di antaranya untuk menggunakan media sosial. Realita ini menjadikan transformasi digital sebagai sebuah keniscayaan.

Di Indonesia proses digitalisasi juga tidak kalah cepat, sekalipun masih terdapat kendala jaringan di banyak lokasi. Data tahun 2019 menunjukkan bahwa pengguna internet Indonesia diperkirakan sebanyak 196,7 juta pengguna (kominfo.go.id). 

Trend penggunaan internet tersebut merupakan prakondisi penting bagi terjadinya transformasi digital di Indonesia, yang pada akhirnya mendorong perubahan pola kerja di berbagai sektor kehidupan, termasuk cara manusia memproduksi berbagai barang dan jasa serta menjalani kehidupannya-pun berubah secara radikal. Pelan namun pasti, peran dan tenaga manusia semakin tergantikan dengan mesin, teknologi dan aplikasi internet.

***

Sejauh ini terus terjadi trend digitalisasi melalui e-government. Trend ini antara lain ditunjukkan dengan terjadinya berbagai inovasi pelayanan oleh pemerintah yang telah menggunakan basis internet dan instrumen digital (Arias & Maada, 2018).

Pada kasus Indonesia, pemerintah daerah bahkan terus berlomba membuat aplikasi digital untuk membuka ruang partisipasi baru. Misalnya saja Jakarta dengan QLUE, Bandung dengan Smart City. Kehadiran instrumen-instrumen ini telah menjadi kanal-kanal informasi dan pengaduan, yang sekaligus mengamini tulisan Erkut (2020) bahwa digital government membuka peluang terjadinya transisi kepada digital governance. Juga sekaligus memperlihatkan transisi bergeraknya struktur teknis menjadi proses-proses multi dimensi di semua sektor termasuk pemerintahan, bisnis dan politik.

Lebih dari itu, pada bagian lainnya, transformasi digital juga mendorong terjadinya loncatan budaya di masyarakat, dari yang awalnya serba manual menjadi masyarakat baru yang dalam banyak hal mengandalkan kecanggihan teknologi digital. Perubahan ini tentu saja mempunyai implikasi sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Tidak hanya sektor pemerintahan dan bisnis, digitalisasi juga terus menggejala pada sektor politik. Bahkan saat ini telah dikenal istilah baru, klikokrasi yang menggantikan kata demokrasi dalam dunia politik. Dalam konsep klikokrasi, kekuasaan berada ditangan mereka yang bersuara melalui klick komputer. Kata netizen (warganet) saat ini seakan telah menggantikan Citizent (Warga Negara). Dalam klikokrasi, siapa yang menguasai internet, merekalah yang akan menguasai politik dengan bantuan para influencer sebagai serdadunya dan gedged sebagai senjatanya (Darwin, 2020).

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun