Kebutuhan menjelang hari raya kian meningkat dan menemui puncaknya di saat mempersiapkan diri menyambut lebaran Idulfitri. Biasanya, setiap orang berbelanja berbagai kebutuhan baik makanan, baju baru dan keperluan lainnya.
Lebaran juga identik dengan tradisi mudik, berbagi THR, menyajikan hidangan istimewa hingga memberi angpao untuk keluarga dan tetangga. Biasa di kampung, menjadi tradisi selepas salat hari raya idulfitri, anak-anak berkeliling kampung, dari rumah-kerumah mencari angpao.Â
Semangat berbagi dan kebahagiaan merayakan kemenangan ini sering kali menuntut pengeluaran ekstra, bahkan melebihi kemampuan finasial sebagian masyarakat.
Sayangnya, di balik euforia Lebaran, muncul fenomena yang mengkhawatirkan: meningkatnya penggunaan layanan pinjaman online (pinjol) sebagai solusi instan untuk memenuhi gaya hidup lebaran yang konsumtif.
Banyak orang yang tergoda untuk berutang demi "tampil maksimal" selama lebaran, tanpa memikirkan dampaknya di kemudian hari. Fenomena konsumtif saat lebaran sudah menjadi hal yang lumrah.
***
Masyarakat cenderung menganggap Lebaran sebagai momen "balas dendam" untuk berbelanja. Tak jarang, gaji bulanan dan Tunjangan Hari Raya (THR) habis sebelum hari H.Â
Akibatnya, sebagian orang nekat mencari alternatif pembiayaan, termasuk lewat pinjaman online. Dikutip dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menjelang Lebaran 2025, hutang masyarakat Indonesia mencapai Rp78,5 triliun, meningkat 29,94 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Faktor lain yang mendorong perilaku konsumtif adalah tekanan sosial dan ekspetasi keluarga. Dalam budaya kita, "harus tampil wah" saat lebaran sering kali menjadi tekanan tersendiri.
Kunjungan keluarga, postingan media sosial, hingga gengsi lingkungan mendorong masyarakat untuk berbelanja lebih dari biasanya - termasuk membeli pakaian baru, gadget terbaru, bahkan kendaraan bermotor secara kredit.
Pinjol Sebagai Solusi Instan