Ditengah gempuran harga-harga yang di sana-sini naik, akan menambah kelimpungan para orang tua, untuk memberikan uang saku buat anak-anaknya sedang kuliah, di perantauan.Â
Apalagi makanan alternatif di tanggal tua. Pengganti mie instan, bagi mahasiswa yang sudah familiar, dan ramah di kantong, tidak semudah merubah selera lidah.
Apa diganti dengan bubur ayam?, semangkok bubur ayam sekarang sudah mencapai Rp.20.000,-. Apa buat bubur sendiri?, tentu bahannya lebih mahal lagi, ketimbang langsung membeli jadi di warung bubur ayam banten, ataupun digerobak pak lek yang keliling komplek, dan jalan setiap pagi.
Mie instan tidak tergantikan
Kalau diadakan poling, dengan mahasiswa yang tinggal di asrama, kost-kostan, ataupun yang suka bermalam di kampus. Di posko Mahasiswa pencinta Alam (Mapala), sekretariat Badan ekskutif Mahasiswa (BEM), Kepramukaan, dan lain sebagainya, mereka pasti menjawab " Mie instant tak tergantikan".
***
Di akhir tulisan ini, semua berharap mie instan tidaklah naik sampai berlipat-lipat, layaknya tembakau rokok. Â Sebagai mantan aktivis kampus zaman bahula, penulis tetap berharap harga mie instan stabil dan tidak naik sampai terlalu mahal.Â
Kalaupun naik, cukuplah Rp.100 - Rp.500 perbungkus, untuk mengimbangi implasi. Kalau terlalu tinggi, kasian para pedagang kecil, yang menggantungkan hidupnya dari menjual makanan berbahan mie.Â
Dan juga mahasiswa dikampus, yang uang jajannya pas-pasan, dan dicukupkan sebulan, menunggu kiriman berikutnya dari orang tua di kampung di saat bulan sangat tua, hehehe(*)