Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Banjir Kap, Kisah Tinjauan Masa Lalu Samarinda

26 Mei 2022   12:53 Diperbarui: 26 Mei 2022   13:14 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir kap yang terjadi tahun 1970-1980 an (Dokumen istimewa)

Banjir kap bukanlah banjir air bah yang membuat jalan terendam, rumah-rumah tenggelam yang diakibatkan curah hujan yang tinggi, atau kerusakan alam. Sekarang, dalam hitungan jam, jalan-jalan utama di Samarinda terendam banjir. Bahkan kejadian banjir ini, umum menimpa kota-kota besar yang dulunya 10-15 tahun kebelakang tidak pernah mengalaminya.

Banjir Kap atau banjir kayu bundar merupakan cikal bakal munculnya orang kaya baru (OKB) di Kalimantan timur. Dimana saat itu sekitar tahun 1967 dan awal tahun 1970-an, terjadinya eksploitasi besar-besaran penebangan kayu yang diizinkan Pemerintah pusat, kepada seorang pemimpin daerah untuk melakukan pemotongan kayu log di dalam hutan. 

Waktu itu sekitar tahun 1970-1980, kehidupan masyarakat pada masa banjir kap merata dari pedalaman yang dilalui oleh anak-anak sungai mahakam sampai kehulu menjadi kaya mendadak. Semua masyarakat sibuk melakukan penebangan kayu. Pak budi yang mengalami kejadian waktu itu, bercerita tidak ada orang yang berminat menjadi pns, bahkan beliaupun ditawarkan menjadi pegawai kehutanan dengan gaji Rp.175 tidak bersedia. Sangat kecil nilainya, kata beliau. Pak budi lebih baik memilih  ikut kehulu mahakam, berkelompok-kelompok masyarakat menebang pohon. 

Pemilik kapal CV. NB bercerita, awalnya beliau adalah orang yang hidup susah, dan kekurangan, perantauan dari kampung liang, kota bangun yang mengadu nasib di Samarinda. Pak Budi namanya, masih keluarga jauh dari bapak. Bercerita, dan menunjukkan poto-poto pada masa banjir kap. Dengan sumringah bercerita, betapa pada masa banjir kap beliau bekerja berkelompok secara mandiri menceritakan bagaimana uang hasil penjualan diangkut dengan spead boad berpeti-peti. 

Dari hasil itu, beliau membuka usaha perkapalan kayu yang membawa penumpang kedesa-desa sepanjang sungai mahakam. Kapal merupakan alat transportasi utama pada waktu itu, dan menjadi primadona masyarakat untuk bepergian ke tenggarong, kekota bangun, melak, dan daerah sekitar hulu mahakam. Memang transportasi darat belum bisa menjangkau sampai pelosok daerah Kalimantan timur yang masih tertutup hutan, berbeda dengan sekarang perkembangan transportasi, dan pembangunan jalan yang sudah maju.

Kayu gelondongan raksasa menghiasi perairan mahakam. Kayu tersebut, dilarutkan membentuk rakit besar di sungai mahakam ditarik kapal kayu besar untuk di bawa ke Samarinda. Dan kemudian langsung dijual ke pembelinya. Ditahun 1970-1980 an, sungai mahakam tidak pernah sepi dilalui kapal yang menarik rakit kayu gelondongan, kalau sekarang ditahun 2022, yang ditarik kapal besi dan sebuah ponton yang bermuatan batubara. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun