ia, hati yang tua itu, membiarkan diri
duduk, pada kursi rotan, di beranda
: menghadap ke malam
yang tak henti menggodanya
dengan janji soal fajar
atau semacam kemudaan
di mana kenangan dari banyak cinta
pernah berulang mempedaya
lalu angin, atau mungkin yang ia sangka angin,
menyelinapi helaihelai daun dari pohon sawo
yang tumbuh di latar, pada pojok kanan,
dekat tiang lampu tanpa bohlam
yang segera menghantar benak pada ingatan
tentang kursikursi, entah sejak kapan,
kehilangan sandaran tangan
dengan pelitur mengusam pucat di banyak bagian
sudah lama, selalu begitu, tiap selepas isya,
ia, hati yang tua itu, membiarkan diri
duduk, pada kursi rotan, di beranda
menghadap ke malam
.....
diamdiam rindu pada kapan terkubur di makam
: sebuah dunia
nan tak terkata
di mana badan
kalis dari sintuh segala tua
.......
di mana usia
tak lagi diberati umur
...........