Mohon tunggu...
Satria Rasyidin Hadddade
Satria Rasyidin Hadddade Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Journalist

Jurnalis Lepas Jurnalis Ruang-online.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meredam Bunyi

27 Mei 2020   18:58 Diperbarui: 27 Mei 2020   18:53 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang anak kecil yang sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar terlihat sangat bodoh, karena dia tidak bisa berhitung seperti teman-teman lainnya. 

Anak kecil ini mengutuk dirinya, dia begitu kesal dengan dirinya sehingga waktu yang dia gunakan adalah belajar dan membuat kelompok belajar dengan teman-teman lainnya yang merasa bodoh pula dalam berhitung. Singkat cerita dengan rasa kekesalan dalam dirinya yang begitu besar mereka menjadi calon peserta osn tingkat nasional mewakili sekolahnya.

Seorang pelukis terlihat sangat murung, karena melukis adalah apa yang di inginkan oleh ayahnya yang sudah sakit-sakitan. Setiap karya yang ia bikin di pegunungan, di desa, hingga kota hanya menjadi bahan ejekan saja bagi orang-orang yang melihat. 

Frustasi, bahkan depresi karena karyanya sendiri dia akui bahwa ini semua adalah sampah. Ketika ayahnya meninggal, pelukis ini terlihat begitu sedih, dia lukiskan kesedihannya itu sehingga karya lukisannya dikenal sebagai masterpiece dalam dunia gambar.

Pria ini, dia begitu mencintai seorang wanita, mungkin perasaannya belum pria ini sampaikan, tetapi pria ini mengerti bahwasannya tidak mungkin wanita ini bisa bahagia dengan kondisinya yang malas, miskin dan belum lulus kuliah sekarang ini. 

Maka dari itu pria ini terjebak dalam kondisi cintanya yang bodoh, karena terlalu berharap kepada sang wanita hingga perasaan terlalu banyak mengambil peran tanpa adanya logika.

Akhirnya pria ini lulus dalam waktu 3,5 tahun dengan ipk terbaik se-fakultas dan telah diajak bekerja sama dengan salah satu perusahaan ternama. Berangkatlah pria ini untuk melamar wanita yang begitu ia cintai, tapi miris sang wanita telah menikah dengan orang lain meskipun sang pria ini menyampaikan perasaannya, wanita ini tetap tidak mencintai dia.

Apa maksudnya? Kebencian, kesedihan, dan bahkan seorang pemalas yang jatuh cintapun dapat menjadikan kelemahannya menjadi sebuah kekuatan. Dari anak kecil itu, kita tahu dia benci dengan kebodohan yang dimilikinya, lalu akankah dia menerima nasib semudah itu? Tidak, dia bangkit atas dasar kebodohan dan kebencian.

Lalu sang pelukis? Melukis memang bukan jalan hidupnya, dia cinta seni tapi yang dimaksud adalah seni musik, sementara dia ingin membuat ayahnya bahagia, melihat ayahnya tersenyum hingga ia korbankan cita-citanya agar dapat melihat ayahnya yang sudah sakit-sakitan bisa tersenyum seakan sakit dalam tubuhnya hilang, menghilangkan kesenangan pribadi agar orang disekitar dapat bahagia, itulah sang pelukis.

Kemudian sang pria bucin? Api perjuangan telah mati dalam hidupnya, tapi karena pertemuannya dengan wanita ini, dia bangkit dari tidur panjangnya itu, dia tulis dan ingat kembali apa cita-cita serta impiannya.

Hari ini, mungkin kalian habis merasa jatuh sangat dalam, merasa harapan telah mati, merasa dunia sudah tidak adil. Silahkan, kutuklah kehidupan kalian saat ini juga, menangislah kalau perlu, jangan kau tahan air mata itu, menyesal-lah karena telah menyia-nyiakan kesempatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun