Mohon tunggu...
Bismo Ariobowo
Bismo Ariobowo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pebisnis kuliner on line.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menjaga Momentum Kebangkitan Pos Indonesia

29 September 2014   23:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:01 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Menjaga Momentum Kebangkitan Pos Indonesia

Bismo Ariobowo

Pak Pos Tinggal di Bandung

Pos Indonesiamemperingati Hari Bhakti Postel yang ke-69 pada tanggal 27 September 2014.Tanggal ini menandai pengambilalihanKantor PusatPost Telegraaf end TelfoonDienstsatauJawatan PTToleh Angkatan Muda PTT dari pemerintahan militer Jepang pada tahun 1945.

Kantor Pusat eks PTT kemudian menjadi Kantor Pusat Pos Indonesiayang berlokasi di Jalan Cilaki, Bandung. Peringatan tahun ini menjadi lebih bermakna karena menjadi peringatan Hari Bhakti Postel dengan jajaran Direksi yang baru dilantik.

Sejarah Pos

Jika dirunut ke belakangsejarah perposan diIndonesia sebenarnya sudah berusia lebih dari dua setengah abad. Bermula dari kedatangan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC), perusahaan dagang Belanda pada tahun 1656, ketika Cornelis de Houtman membawa surat dari Raja Belanda untuk Raja Banten dan Batavia.

Belakangan muasal kehadiran pos di Indonesia dipopulerkan dengan memperingati juga berdirinya kantor pos pertama kali di Batavia pada tanggal 26 Agustus 1746 yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal G.W. Baron van Imhoff.

Sejarah perposan era pra- kemerdekaan ini mencatat tonggak fenomenal saat Gubernur Jenderal Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) pada tahun 1809. Jalan yang membentang sepanjang 1000 kilometer dari Anyer ke Panarukan itu masih menjadi jalur vital transportasi darat di Utara Pulau Jawa para Era Kemerdekaan hingga Era Reformasi.

Pada Era Kemerdekaan terdapat beberapa tonggak sejarah penting yang menandai perjalanan Pos Indonesia. Pertama, terjadi perubahan status Jawatan PTT menjadi Perusahaan Negara (PN) Pos dan Telekomunikasi pada tahun 1961.Kedua, perubahan status PN Pos dan Telekomunikasi menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pos dan Giro pada tahun 1978. Ketiga, berubah lagi dari Perum menjadi Persero pada tahun 1995.

Kurun waktu awal kemerdekaan sampai dengan akhir dekade1990-an merupakan era keemasan Pos Indonesia sebagai buah dari monopoli pos meski sebenarnya pada dekade 1990-an sejumlah perusahaan asing sejenis seperti FedEx, DHL, TNT, UPS mulai memasuki pasar domestik. Perusahaan kurir lokal juga mulai bertumbuhan.

Era Reformasi

Pos Indonesia mengalami pukulan hebat pada era reformasi jelang akhir 1990-anseiring dengan makin kuatnya desakan untuk menghapus monopoli di sejumlah sektor jasa dan perdagangan. Monopoli pos yang sudah demikian lama dinikmati Pos Indonesia dalam pengiriman surat mendapat ancaman dari internal dan eksternal. Hal itu berkelindan denganperubahan Information and Communication Technology (ICT) yang luar biasa cepat. Meski sesungguhnya kondisi yang dialami Indonesia juga dialami industri pos di dunia.

Sebuah studi yang dilansir International Post Corporation (2012) menggambarkan terjadinya tren penurunan volume pengiriman surat sebagai dampak dari berkembangnya internet. Data menunjukkan bahwa pada periode 1980 sampai dengan 2000, volume pengiriman surat mengalami kenaikan sejalan dengan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto). Namun setelah era 2000-an pertumbuhan PDB tidak lagi diikuti dengan kenaikan volume surat. Malah sebaliknya ketika PDB tumbuh, tren pengiriman surat terus menurun.

Data Universal Postal Union (UPU), organisasi pos sedunia pada tahun 2010 menegaskan kondisi itu. Di beberapa negara Eropa seperti Italia, Inggris dan Jerman volume pengiriman surat anjlok rata-rata 5 persen setiap tahun. Tak sedikit perusahaan pos jatuh merugi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) telah terjadi terhadap puluhan ribu karyawan di kantor pos Inggris dan AS.

Keterpurukan operator pos dunia juga melanda juga Pos Indonesia. Dalam kurun waktu 2004-2008 Pos Indonesia mengalami kerugian. Tak tanggung-tanggung jumlah akumulatif kerugian selama 5 tahun mencapai 600 miliar.

Kerugian yang berlangsung terus-menerus berimplikasi pada kepercayaan stakeholders. Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam artikel Manufacturing Hope 1 Juli 2013 menggambarkan betapa ia was-was dengan kondisi Pos Indonesia kala itu :sebuah perusahaan yang praktis kehilangan seluruh basis bisnisnya yaitu pengiriman surat dan pengiriman uang.

Citra perusahaan dan kepercayaan masyarakatmerosot tajam karena pada saat yang sama terjadi kasus korupsi dengan melibatkan beberapa pejabat pos. Infrastruktur bisnis berupa kantor pos dan alat transportasi terkesan usang karena tidak tersedia anggaran untuk perbaikan. Bahkan untuk membayar gaji karyawan terpaksa menjual asset.

Kebangkitan

Penunjukan jajaran Direksi baru pada tahun 2009 menandai era transformasi Pos Indonesia.Sejumlah “orang luar” ditunjuk olehMenteri BUMN saat itu, Sofyan Djalil, untuk melakukan perubahan mendasar.Dipimpin olehDirut I Ketut Mardjana, yang berlatar belakang keuangandan Wadirut Sukatmo Padmosukarso yangseorang bankir senior maka sejumlah langkah transformasi kemudian digagas dan diimplementasikan.

Langkah perubahan mendasar dimulai dengan program Empowerment and Modernization (pemberdayaan dan modernisasi), yakni pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada pimpinan di daerah untuk mengambil keputusan bisnis, yang sebelumnya tersentralisasi. Modernisasi dilakukan dengan mengganti seluruh kendaraan dinas dan operasional, membenahi peralatan kantor, meng-oranyekan seluruh Kantor Pos sesuai warna korporasi, meng-online-kan seluruh Kantor Pos sehingga disamping tersambung secara fisik juga menjadi tersambung secara virtual.

Kebangkitan yang terjadi telah menambah percaya diri karyawan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Kemudian hal ini menyebabkan Pos Indonesia dilirik oleh mitra bisnis untuk bekerjasama melalui berbagai investasi dan pengembangan bisnis. Dengan pola kemitraan ini, maka Pos Indonesia tidak perlu berhutang dan jugatidak perlu ada cash out yang besar melakukan berbagai jenis investasi. Tahun demi tahun volume bisnis dan keuntungan meningkat terus.

Untuk periode tahun 2011 sampai dengan 2013 Pos Indonesia sudah membukukan keuntungan Rp 156 miliar, Rp 212 miliar, Rp 301 miliar. Sementara sampai dengan Triwulan II 2014 laba yang diraih sebesar Rp 108 miliar.

Sejak pertengahan 2013, jajaran direksi di bawah pimpinan Dirut I Ketut Mardjana sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik dan dilanjutkan oleh jajaran Direksi yang baru di bawah pimpinan Dirut baru Budi Setiawan. Momentum kebangkitan yang telah dirintis ditandai dengan pertumbuhan keuntungan terus-menerus selama 5 tahun terakhir harus terus dipelihara. Terobosan bisnis berbasis ICT juga tetap dijaga.

Semoga program-program unggulan 2014 seperti Kargo Haji, e-commerce clearing house BOS Buku, Pos Ekspor, Kartu Giro Pos, dapat menguatkancompetencybased Pos Indonesia sebagai A Trusted Network Company yangtelah dicanangkan untuk menjaga momentum kebangkitan. Dirgahayu Pos Indonesia!

(****)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun