Desa bersengketa , sengketa kepemilikan tanah terutama di daerah masih kerap terjadi, bahkan berujung konflik . salah satu penyebabnya adalah pendataan kepemilikan tanah yang masih manual dan pengarsipan data pertanahan yang belum tersistematis. Di sisi ain, arga kurang memahami hak dan keaiban nya terhadap tanah yang dimiliki dan banyak arga yang kurang memahami aspek hukum pertanahan seperti kepemilikan tanah bersertifikat.
Dengan kegiatan peningkatan akses perlindungan hukum pertanahan, warga mendapatkan pengetahuan mengenai pentingnya bukti kepemilikan yang kuat berupa sertifikat dan memperoleh pengetahuan mengenai penyelesaian permasalahan yang di alaminya. Kegiatan ini bertujuan untuk penertiban dan efisiensi tata kelola pertanahan ditingkat desa.
Adanya kasus warga bernama Abdul memiliki tanah seluas 15 hektar di desa cisomang barat tetapi tidak ada bkti keemilikan yang sah. Warga tersebut diketahui teah menikah dua kali. Daripernikahan pertamanya memiliki satu orang dan empat orang cucu. Sedangkan dari perkawinan keduannya yaitu dengan emot tidak memiliki anak. Tetapi pada saat menikah dengan abdul, emot membawa dua orang anak dariperkawinan sebelumnya .
Kini  tanah tersebut menjadi sengketa antara desa bersama enggarap dah ahli waris emot. Menurut keterangan ahli waris, tanah tersebut teah di hibahkan kepada emot. Sedangkan menurut keterangan desa tanah tersebut merupakan tanah desa karena desa memberikan pinjaman kepada abdul untuk melunasi utanganya dengan jaminan tanah sengketa tersebut.
Jadi biar tidak adanya kesalah fahaman dan tidak adanya sertfikat ganda maka harus adanya penertiban pertanahan .
Sumber : Neneng Erliana
( Mahasiswa Prodi Administrasi Publik Fisip Universitas Muhammadiyah Sidoarjo)