Mohon tunggu...
Bintang Hidayat
Bintang Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - biasa aja

hai

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fakta Banyaknya Korban Pertempuran Ambarawa

26 November 2021   19:55 Diperbarui: 26 November 2021   20:22 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kalian semua pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya pertempuran Ambarawa bukan? Sebelum itu kita sebagai rakyat Indonesia harus mengerti lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi seputar pertempuran Ambarawa dan apa saja dampak yang ditimbulkan juga fakta yang ada pertempuran Ambarawa tersebut. 

Ambarawa adalah kota militer di Hindia Belanda. Ada juga Kastil  atau Benteng Willem I, yang juga dikenal sebagai Kastil Pendem atau Benteng Pendem. Tempat ini tidak jauh dari Museum Kereta Api Ambarawa yang dulunya merupakan stasiun kereta api. Selama pendudukan Jepang, Ambarawa mendirikan kamp khusus untuk wanita dan anak-anak Belanda. Seperti yang dijelaskan Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Volume I (2004:192), beberapa dari wanita ini menjadi budak sentimen tentara Jepang. Informasi dari Rosihan dari De Japanse bezetting in dagboeken --- Vrouwenkamp Ambarawa 6 (2001), disusun oleh Mariska Heijmans van Bruggen. Buku ini adalah kumpulan memoar seorang wanita yang berada di kamp Ambarawa pada zaman Jepang. Ambarawa dikunjungi oleh pasukan koalisi sebagai kota dengan kamp kerja paksa setelah Jepang menyerah. Mereka berasal dari RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees) yang tugasnya merehabilitasi tawanan perang dan narapidana. RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees) tidak selalu ditawarkan sebagai tim medis. Angkatan bersenjata berdiri di sisi mereka. 

Pada tanggal 19 Oktober 1945, Angkatan Darat Inggris, di bawah komando Brigadir Jenderal R. Bethell, mengirim "batalyon campuran yang disebut Brigade CRA's ke Semarang". Jenis CRA's bukanlah satuan organik, melainkan gabungan satuan infanteri. Brigadir Jenderal Bethell sendiri memimpin unit artileri Divisi ke-23 Angkatan Darat Inggris. Angkatan bersenjata membebaskan tahanan di daerah Semarang, Ambarawa dan Magelang. Ambarawa tidak hanya menjadi incaran RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees), tetapi mereka juga merambah jauh ke tengah pulau Jawa. Pada tanggal 26 Oktober 1945, pasukan mencapai Magelang. Magelang telah diduduki, meskipun hanya dilaporkan bahwa tawanan perang, yang telah di tangan tentara Jepang selama bertahun-tahun, sedang dievakuasi. Banyak dari tahanan itu adalah orang Indonesia. Bentrokan antara Pasukan Sekutu, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan tentara laskar pemuda tak terelakkan. Namun, pasukan Inggris, termasuk unit Gurkha, dikalahkan pada 21 November 1945. Meski meninggalkan Magelang, pasukan Sekutu yang mundur ke Ambarawa terus menghadapi tekanan dari pasukan Republik. Bahkan Ambaraea berhasil mengepung pasukan republik. Salah satu pasukan datang dari selatan divisi V Kedu. Komandan divisi adalah Jenderal Sudirman. Sebelum mundurnya pasukan Sekutu pada 12 November 1945, Sudierman terpilih menjadi panglima TKR pada pertemuan yang semula berfungsi untuk membahas strategi perang. Setelah terpilih, Sudirman tidak serta merta mengambil sumpah jabatan sebagai Panglima ABRI. Dua minggu kemudian, salah satu bawahannya, Kolonel Isdiman, komandan Resimen Purwokurto, tewas. Perwira tinggi yang sangat diandalkan Sudirman tersebut tewas di daerah Jambo, di daerah selatan Ambarawa.

Kematian Isdiman mengikuti pendaratan langsung Jenderal Sudirman oleh pasukan Republik untuk mengusir Sekutu. Pertarungan Ambarawa seolah menjadi ujian bagi pemimpin yaitu Jenderal Sudirman. Di front utara Ambarawa, Sekutu berusaha mempertahankan jalan Ambarawa-Semarang. Kapal penjelajah Inggris HMS Sussex bahkan menembakkan artileri ke Pegunungan Ungaran. Namun, hal tersebut tidak membuat pasukan mereka di Ambarawa nyaman. TKR berusaha untuk tidak memberikan kesempatan kepada tentara Sekutu untuk mundur. Pengepungan berakhir pada 15 Desember 1945, setelah itu Sekutu hanya bisa mundur ke Semarang. 

Kehadiran Sekutu di Jawa Tengah hanya terbatas di Semarang. Atas nama Pihak Republik, Jenderal Sudirman pasti akan menjadi pahlawan nantinya karena telah berhasil mendesak Sekutu untuk mundur ke Semarang. Tidak ada lagi alasan untuk tidak mengangkatnya sebagai Panglima Perang. "Orang Indonesia sangat senang. Mereka memandang penarikan paksa dari Sekutu sebagai kemenangan militer taktis," kata Ben. Namun, menurut Tull, Indonesia kehilangan 2.000 orang, baik dari Laskar pemuda maupun TKR. Inggris kini telah kehilangan 100 tentara. Banyaknya korban di pihak Indonesia dapat dimaklumi mengingat betapa cerdik dan canggihnya persenjataan dari Angkatan Darat Inggris. Lalu ada Gurkha yang dikenal sangat ditakuti dan merupakan pasukan yang khusus dalam perang. Tentu saja, Inggris juga memimpin dalam persenjataan modern. TKR dan TNI tentu saja kebalikannya dan sulit untuk menandinginya karena persenjataan yang saat itu masih dapat disebut kurang canggih. Baik dari segi kesempurnaan senjata maupun kemampuan militer. Indonesia menyebut pertempuran ini Balaghan Ambarawa. Kemudian diperingati oleh Angkatan Darat sebagai Hari Infanteri dan kemudian menjadi Hari Juang Kartika TNI-AD. 

Apa yang terjadi di Ambarava pada tanggal 15 Desember 1945 terulang kembali pada tanggal 7 Mei 1954 Dien Bien Phu, Vietnam, pada 7 Mei 1954. Ambarawa dijuluki Dien Bien Phu-nya Indonesia. Setelah lebih dari dua bulan berjuang untuk mengepung Dien Bien Phu, pasukan Vietnam berhasil memukul mundur Prancis. Vietnam, seperti Indonesia, memiliki sedikit senjata dan banyak orang terbunuh. Sedangkan Prancis seperti Inggris dengan tangan penuh. Para pemimpin militer yang berhasil mengusir angkatan bersenjata asing memiliki nasib yang sama: masing-masing menjadi panglima tertinggi dan memiliki kesempatan untuk menghadapi invasi militer asing lagi. Vo Nguyen Giap mengarahkan penarikan pasukan Amerika pada tahun 1975. Jenderal Sudirman mengobarkan perang melawan angkatan bersenjata Belanda pada tahun 1948. Keduanya dilancarkan dengan perang gerilya. Kedua jenderal tersebut kemudian menjadi bintang lima di negaranya masing-masing. Terdapat juga kesamaan lain yaitu Jenderal Sudirman dan Vo Nguyen Giap adalah seorang guru sebelum bergabung dengan tentara yang membela negara mereka masing-masing. 

Menurut saya, Banyaknya korban pada peristiwa Pertempuran Ambarawa tentunya dapat dijadikan pelajaran untuk masa yang akan datang bahwa sesungguhnya perjuangan yang telah dilakukan oleh pejuang pada zaman dahulu tidaklah sia-sia. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya demi mencapai tujuan utama NKRI yaitu Merdeka. Bahkan mereka sudah tidak lagi memikirkan apa yang akan terjadi dengan mereka, yang mereka ketahui adalah mereka berjuang dan berusaha sekuat tenaga agar tujuan Bangsa Indonesia dapat tercapai sepenuhnya.

sumber: tirto.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun