Ketika menanggapi artikel/rubrik seseorang, jadi ingat beberapa "pecahan data" yang mengada dalam "ingatan sementara" (kalau di komputer itu RAM namanya). Dimana "ingatan sementara" itupun tercipta dari apa yang dibaca dan kemudian dikomentarkan ke dunia maya (ada yang menyebutnya "dumay", lebih keren nggak ? :)) ... beberapa hari/waktu sebelumnya.Â
Hingga kemudian tertulis ... "Bila Ia sedemikian besarnya, sehingga apa yang kita lihat hanyalah jempol kaki-Nya, maka apalah salahnya kita memanjatkan syukur sambil menghadap jempol kaki-Nya ?"
Hasil pemikiran saya itu untuk menanggapi terkait adanya pendapat yang mempertentangkan keberadaan Dewi Sri, yang mana oleh orang tersebut, menyembah Dewi Sri disebut sebagai hal yang "syirik" ... bagi agamanya.Â
Dimana pendapat yang dikemukakan sebagai komentar itu dibuat untuk menanggapi pagelaran seni Gandrung yang akan diadakan pada suatu tempat, dan salah satu tujuannya adalah untuk menghormati Dewi Sri sebagai sosok yang dipercaya oleh sebagian orang adalah pemberi berkah kesuburan bagi tanah yang mereka garap.Â
Jangan sampai salah menaruh anggapan bahwa seni (terutama yang ada di Indonesia/Nusantara) hanya merupakan seni semata. Bahwa itu hanya merupakan suatu bentuk pengungkapan ekspresi pikiran/emosi dari seseorang, dimana kalau hanya seperti itu maka itu bisa dengan mudah di dapati pada "rave party".Â
Beberapa tarian yang ada di Indonesia/Nusantara juga mempunyai fungsi sebagai suatu pengungkapan puji syukur kepada sosok sesembahannya, sehingga itu bisa disebut juga sebagai suatu ritual keagamaan. Bicara mengenai yang disebut terakhir itu, kiranya tidak boleh dianggap sepele, dan dengan sendirinya tidak semua pihak bisa mengemukakan komentar seenak udelnya sendiri ... terkecuali bila ia mempunyai alasan yang jelas dan dapat diterima oleh pihak lain ... termasuk oleh si pelaku ritual tersebut.Â
Sejauh apa yang dipercayai/diyakini oleh masyarakat mengenai Dewi Sri itu, kiranya tidak bisa juga saya komentar banyak-banyak. Namun bila kita renungkan mengenai berbagai hal dari Dewi Sri yang membuat orang untuk menghormati/menyembahnya, kita mungkin kemudian teringat bahwa sifat-sifat tersebut juga dimiliki oleh Sang Pencipta. Dan Ia, bersifat Maha.Â
Juga merupakan "pencipta" dan "pemilik" dari segala sesuatu yang adadi alam semesta ini. Sehingga bukan tidak mungkin bahwa yang menjadi sesembahan oleh mereka yang mempercayai Dewi Sri ini (yang mana sosoknya bukanlah sosok manusia yang pernah ada dan hidup bersama manusia, sehingga tidak dapat disebut sebagai pengkultusan) tidak lain dan tidak bukan adalah Tuhan semata. Walau mungkin yang mereka ketahui hanyalah sebagian saja dari diri-Nya. Walau saya katakan, bahwa itu mungkin cuma jempol kaki, tapi itu jempol kaki siapa ... :)
...
Pada saat sebelumnya saya juga sempat berkomentar mengenai keberadaan dua orang yang tertutup matanya. Dimana yang satu memegang ekor seekor gajah, dan yang satunya memegang belalainya (kepunyaan si gajah). Â
Dimana karena dua orang itu belum pernah melihat gajah sebelumnya, maka ketika dikatakan bahwa yang dipegang mereka itu adalah gajah, yang memegang ekornya mengatakan bahwa itu seperti sapu layaknya, dan yang memegang belalai mengatakan itu layaknya seperti dahan sebuah pohon.