Mohon tunggu...
Bing Sunyata
Bing Sunyata Mohon Tunggu... Teknisi - Male

Pekerja di sebuah industri percetakan kertas (packaging) Tanggal lahir yang tertera disini beda dengan yang di KTP, begitu juga dengan agama. :) Yang benar yang tertera disni. Mengapa KTP tidak dirubah ? Satu aja ..., malas kalau dipingpong.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Persiapan Sedari Dini

5 November 2017   10:37 Diperbarui: 5 November 2017   10:41 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

'Ngalor-ngidul ...

Pernah komen dan kemudian menyebutkan si buah durian (terkait dimana ada orang yang mungkin tidak tahan terhadap baunya). Tidaklah komplit, bila kemudian tidak disebutkan juga mengenai buah nangka. Dimana kedua buah itu mungkin "tunggal guru, beda babu".:D Ada beberapa kesamaan, baik dari kulit buah yang berduri (meski pada durian agak lebih ekstrim), cara meletakkan biji dalam buah, juga kemampuannya mengeluarkan aroma.

Dari persepsi manusia, buah nangka ... ditinjau dari segi bentuk kulit dan aroma ... kiranya lebih "friendly". Begitu pula bagi mereka yang butuh makanan dengan kadar serat yang cukup, kiranya juga akan mendapati buah nangka ini lebih mengandung serat (pada bagian dalamnya, bukan kulitnya) dibanding dengan durian. Namun berkaitan dengan masalah serat ini, memang harus dipandang dari kebutuhan pribadi tiap orang. Bagi mereka yang tiap harinya sudah makan sayur-sayuran dengan kadar serat yang cukup, memakan buah nangka bisa saja membuat "overdosis serat (fiber)", dimana bisa menyebabkan kemungkinan terjadinya sembelit, dimana pada level yang cukup parah ... bisa mengakibatkan terjadinya kanker usus. Tentunya bagi mereka ini, buah durian akan dianggap lebih "friendly" kepada diri mereka.

Tetapi bagi mereka yang tiap harinya makan-makanan yang cenderung "lembut" (alias kurang serat), jangan makan fiber optic atau fiber glass, yah. Nanti ..., mentang-mentang butuh fiber, apapun yang diembeli-embeli dengan fiber dimakan.:D Makan buah nangka (kalau pas lagi musimnya) kiranya cukup. Apalagi kalau bisa mendapatkan nangka "celeng", rejeki banget itu. Disebabkan"permata hutan" (menurut saya pribadi)  yang satu itu semakin jarang didapatkan karena luas hutan sudah semakin berkurang, sedangkan pada hutan yang ada sekarang belum tentu mampu menghasilkan buah tersebut. Itu ada hubungannya dengan banyak hal juga. Kalau kontur tanahnya keras, dengan sendirinya buah itu akan sulit untuk dapat membesar. Demikian pula dengan masalah cuaca, temperatur dan sebagainya, agar tumbuhan nangka "celeng" itu mau berbuah.

Namun bagi mereka yang punya "kelemahan" dalam mengatur kadar gula darah dalam dirinya, kiranya berhati-hati dengan kedua buah ini. Disebabkan karena kadar gulanya cukup tinggi. Orang normal saja kalau kebanyakan makan bisa mendhem. :)

...

Bagi mereka yang menyebut dirinya pencipta, pemodifikator, para pegiat dalam bidang hongsui/fengshui, para pegiat dalam bidang ekologi ..., juga bagi yang lainnya ...

Ini ... kita bicara mengenai masalah air. Air sungai ... tepatnya. Yang kemudian lebih spesifik lagi, air sungai yang kemudian diolah menjadi air minum oleh instansi-instansi pengolahan air minum (yang banyak orang memplesetkannya dengan air untuk mandi). Terkait dengan masalah kualitas air minum yang dihasilkan, tentunya terkait erat dengan bahan baku yang diolah. Kalau bahan bakunya buruk, kiranya jangan mengharap kualitas nomor satu pula ... bila tidak disertai dengan proses pengolahan yang memadai. Bicara mengenai bahan baku yang buruk, kiranya perlu diperhatikan bagaimana "ceritanya" kok bisa air yang semula dikategorikan baik (karena berasal dari sumber) bisa menjadi buruk seperti itu. Kalau itu bisa ditangani, ya 'udah ..., kelar masalahnya.

Masih berkaitan dengan masalah bahan baku itu ... Bila sungai itu tercipta karena aliran air dari sumber, dan bukan semata buangan dari tempat manusia bermukim, maka patutlah kita bertanya darimana sumber itu mendapat pasokan. Bila itu berasal dari air hujan, patutlah kita bertanya ... mengapa bisa ada hujan dengan curahan dan kekerapan hingga bisa mengalirkan air dalam jumlah tersebut. Itu patut untuk dipantau secara berkala tiap musim. 

Bila kemudian karena ulah tangan manusia (dan bukan karena siklus periodik) curahan dan kekerapan menjadi berkurang, maka kiranya hal itu patut untuk dikonsolidasikan dengan instansi yang mengolah air untuk minum itu. Dengan kemajuan tehnologi yang ada saat sekarang, memang manusia telah mampu mengolah air laut hingga layak untuk menjadi air minum. 'Dah ? Untuk itu kiranya patut direncanakan dari sekarang, karena proses pengolahan itu nantinya juga butuh tempat dan jaringan pendistribusian juga. Bila sudah matang rencananya, langsung digarap. Biarkan hasilnya, bisa dirasakan oleh orang pada masa "sekarang". Sehingga nanti tiada anak cucu sampeyan, yang bertanya ... mengapa harus minum hasil dari olahan air laut ... dan bukan dari mata air yang lebih kaya akan beberapa unsur yang dibutuhkan oleh manusia.

Peeeace 4 all

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun